Rabu, 25 November 2015

Hepatoma



Text Box: KONSEP DASARVertical Scroll: BAB 5 HEPATOMA


Description: https://edc2.healthtap.com/ht-staging/user_answer/reference_image/14576/large/Hepatocellular_carcinoma.jpeg?1386671551

PENGERTIAN
Hepatoma atau karsinoma hepatoseluler adalah tumor ganas hati primer yang paling sering ditemukan daripada tumor ganas hati primer lainnya seperti limfoma maligna, fibrosarkoma, dan hemangioendotelioma. Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati primer atau Karsinoma Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel hati (Misnadiarly, 2007). Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. Kebiasaan merokok juga dikenali sebagai faktor resiko, khususnya disertai kebiasaan minum minuman keras.

ETIOLOGI
Belum diketahui penyebab penyakit ini secara pasti, tapi dari kajian epidemiologi dan biologi molekuler di Indonesia sudah terbukti bahwa penyakit ini berhubungan erat dengan sirosis hati, hepatitis virus B aktif ataupun hepatitis B carrier, dan hepatitis virus C dan semua mereka ini termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan kanker hati ini.
Selain itu timbulnya hepatoma bisa dipicu oleh bahan-bahan Hepatokarsinogenik seperti aflatoksin, alkohol, penggunaan steroid anabolic, penggunaan androgen yang berlebihan, bahan kontrasepsi oral, penimbunan zat besi yang berlebihan dalam hati (hemochromatosis).

PATOFISIOLOGI
Kanker hati biasanya dengan riwayat infeksi virus hepatitis B dan C atau penyakit hati kronik misalnya sirosis dan terpajan oleh karsinogen-karsinogen seperti aflatoksin. Kanker hati primer dapat berasal dari hepatosit (kasinoma hepatoseluler) atau dari duktus empedu. Kanker hati sekunder timbul akibat metastasis kanker di bagian tubuh lain misalnya usus dan pancreas yang mengalirkan darahnya ke hati melalui vena porta. Kanker hati primer dan sekunder sering bermetastasis keluar hati terutama jantung dan paru-paru.




















 
















MANIFESTASI KLINIS
a.       BB menurun
b.      Lemah
c.       Badan kuning
d.      Anemia
e.       Asites
f.       Edema
g.      Nyeri pada kuadran kanan atas
h.      Hepatomegali
i.        Demam
j.        Peningkatan enzim hati (SGOT, SGPT)
k.      Peningkatan kecepatan sedimentasi

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.       Laboratorium :
Darah lengkap ; SGOT,SGPT,LDH,CPK, Alfa fetoprotein ³ 500 mg/dl, HbsAg positf dalam serum, Kalium, Kalsium.
b.      Radiologi : Ultrasonografi (USG), CT-Scan, Thorak foto, Arteriography, Angiografi Hepatik, Skintigrafi Hepatik
c.       Biopsi jaringan hati dilakukan dengan tuntunan USG atau laparoskopi

PENATALAKSANAAN
      Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan radiologi dan biopsi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan besarnya ukuran kanker, lokasi kanker di bagian hati yang mana, apakah lesinya tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya metastasis (penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh penderita, ataukah sudah ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirosis hati. Tahap penatalaksanaan dibagi menjadi dua yaitu tindakan non-bedah dan tindakan bedah.
a)      Tatalaksana Non Bedah
            Meskipun reseksi tumor hati dapat dilakukan pada beberapa pasien, sirosi yang mendasari keganasan penyakit ini akan meningkatkan resiko pada saat dilakukan pembedahan. Terapi radiasi dan kemoterapi telah dilakukan untuk menangani penyakit malignan hati dengan derajat keberhasilan yang bervariasi. Meskipun terapi ini dapat memperpanjang kelangsungan hidup pasien dan memperbaiki kualitas hidup pasien dengan cara mengurangi rasa nyeri serta gangguan rasa nyaman, namun efek utamanya masih bersifat paliatif. Terdapat beberapa jenis tatalaksana non bedah yaitu terapi radiasi, kemoterapi, dan drainase bilier perkutan.
            Pada terapi radiasi nyeri dan gangguan rasa nyaman dapat dikurangi secara efektif dengan terapi radiasi pada 70% dan 90 % penderita. Gejala anorexia, kelemahan dan panas juga berkurang dengan terapi ini. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI), ada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak semua tindakan atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan tak mampu membiayai tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan, aman, efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup memberikan harapan.
            Kemoterapi telah digunakan untuk mempebaiki kualitas hidup pasien dan memperpanjang kelangsungan hidupnya. Bentuk terapi ini juga dapat dilakukan sebagai terapi ajufan setelah dilakukan reseksi tumor hati. Kemoterapi sistemik dan kemoterapi infuse regional merupakan dua metode yang digunakan untuk memberikan preparat antineoplastik kepada pasien tumor primer dan metastasis tumor hati.
            Drainase Bilier perkutan atau drainase transhepatik digunakan untuk melakukan pintasan saluran empedu yang tersumbat oleh tumor hati, pankreas atau saluran empedu pada pasien tumor yang tidak dapat dioperasi atau pada pasien yang dianggap beresiko. Dengan bantuan fluoroskopi, sebuah kateter dimasukkan melalui dinding abdomen dengan melewati lokasi obstruksi kedalam duodenum. Prosedur ini dikerjakan untuk membentuk kembali system drainase bilier, mengurangi tekanan serta rasa nyeri karena penumpukan empedu akibat obstruksi, dan meredakan gejala pruritus serta ikterus. Sebagai hasil dari prosedur ini, pasien merasa lebih nyaman, dan kualitas hidup serta kelangsungan hidupnya meningkat. Selama beberapa hari setelah dipasang, kateter tersebut dibuka untuk drainase eksternal. Cairan empedu yang mengalir keluar diobservasi dengan ketat untuk mengetahui jumlah, warna dan adanya darah serta debris (Brunner & Suddarth, 2002).
b)     Tatalaksana Bedah
            Lobektomi hati untuk penyakit kanker dapat sukses dikerjakan apabila tumor primer hati dapat dilokalisir atau pada kasus metastasis, apabila lokasi-lokasi primernya dapat dieksisi seluruhnya dan metastasis terbatas. Meskipun demikian, metastasis kedalam hati jarang bersifat terbatas atau soliter. Dengan mengandalkan pada kemampuan sel-sel hati untuk beregenerasi, sebagian dokter bedah telah melakukan pengangkatan 90% dari organ hati dengan hasil yang baik. Meskipun demikian, adanya sirosis akan membatasi kemampuan hati untuk beregenerasi.
            Transplantasi hati meliputi pengangkatan total hati yang sakit dengan menggantikan hati yang sehat. Pengangkatan hati yang sakit akan menyediakan tempat bagi hati yang baru dan memungkinkan rekonstruksi anatomis vaskuler hati serta saluran bilier mendekati keadaan normal. Transplantasi hati ini digunakan untuk mengatasi penyakit hati stadium-terminal yang mengancam jiwa penderitanya setelah bentuk terapi yang lain tidak mampu menanganinya. Keberhasilan transplantasi tergantung keberhasilan terapi imunosupresi. (Brunner & Suddarth, 2002).

PROGNOSA
      Tumor ganas memiliki prognosa yang jelek dapat terjadi perdarahan dan akhirnya kematian dan proses ini berlangsung antara 2 - 6 bulan atau beberapa tahun.
Fase dini : Dengan tindakan operasi berupa  reseksi dari tumor prognosa baik, penderita dapat hidup dalam waktu yang cukup lama.
Fase lanjut : Dimana tindakan tidak mempunyai arti lagi, kematian dapat terjadi dalam 2-6 bulan setelah diagnosa ditegakkan. 
Text Box: KONSEP ASKEP


PENGKAJIAN
A.    Biodata
Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang, status social ekonomi, adat / kebudayaan, dan keyakinan spiritual, sehingga mudah dalam komunikasi dan menentukan tindakan keperawatan yang sesuai.
B.     Riwayat Kesehatan
Keluhan utama : Adanya pembesaran hepar yang dirasakan semakin mengganggu sehingga bisa menimbulkan keluhan sesak napas yang dirasakan semakin berat disamping itu disertai nyeri abdomen.
1.      Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang dapat diperoleh melalui orang lain  atau dengan klien itu sendiri.
2.      Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu dikaji untuk mendapatkan data mengenai penyakit yang pernah diderita oleh klien.
3.      Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga dikaji untuk mengetahui data mengenai penyakit yang pernah dialami oleh  anggota keluarga.
C.     Pemeriksaan Fisik
Gejala klinik
Fase dini : Asimtomatik
Fase lanjut : Tidak dikenal simtom yang patognomonik
Keluhan berupa nyeri abdomen, kelemahan dan penurunan berat badan, anoreksia, rasa penuh setelah makan terkadang disertai muntah dan mual. Bila ada metastasis ke tulang penderita mengeluh nyeri tulang.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan :
1.      Ascites
2.      Ikterus
3.      Splenomegali, edema
Secara umum pengkajian pada klien dengan kasus Hepatoma, meliputi :
·         Gangguan metabolisme
·         Perdarahan
·         Asites
·         Edema
·         Hipoalbuminemia
·         Jaundice/icterus
·         Komplikasi endokrin
·         Aktivitas terganggu akibat pengobatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pengkajian di atas maka diagnosa keperawatan yang sering muncul adalah :
1.      Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan adanya penurunan ekspansi paru (ascites dan penekanan diafragma)
2.      Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen berhubungan dengan adanya penumpukan cairan dalam rongga abdomen (ascites)
3.      Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan  berhubungan dengan tidak adekuatnya asupan nutrisi
4.      Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sesak dan nyeri
5.      Gangguan aktifitas berhubungan dengan sesak dan nyeri
6.      Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita

INTERVENSI KEPERAWATAN
a.      Diagnosa Keperawatan 1 : Ketidakefektifan pernapasan berhubungan dengan adanya penurunan ekspansi paru (ascites dan penekanan diapragma).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan pernapasan efektif kembali.
Kriteria : Tidak mengeluh sesak napas, RR 20 – 24 X/menit. Hasil Lab BGA Normal.
Intervensi :
1.      Pertahankan posisi semi fowler.
Rasional : Posisi ini memungkinkan tidak terjadinya penekanan isi perut terhadap diafragma sehingga meningkatkan ruangan untuk ekspansi paru yang maksimal. Disamping itu posisi ini juga mengurangi peningkatan volume darah paru sehingga memperluas ruangan yang dapat diisi oleh udara.
2.      Observasi gejala kardinal dan monitor tanda – tanda ketidakefektifan jalan napas.
Rasional : Pemantauan lebih dini terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat diambil tindakan penanganan segera.
3.      Berikan penjelasan tentang penyebab sesak dan motivasi untuk membatasi aktivitas.
Rasional : Pengertian klien akan mengundang partispasi klien dalam mengatasi permasalahan yang terjadi.
4.      Kolaborasi dengan tim medis (dokter) dalam pemberian Oksigen dan pemeriksaan Gas darah.
Rasional : Pemberian oksigen akan membantu pernapasan sehingga eskpasi paru dapat maksimal. Pemeriksaan gas darah untuk mengetahui kemampuan bernapas.

b.      Diagnosa Keperawatan 2 : Gangguan rasa nyaman nyeri abdomen berhubungan dengan adanya penumpukan cairan dalam rongga abdomen (ascites).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakkan keperawatan  diharapakn nyeri dapat berkurang atau Pasien bebas dari nyeri.
Kriteria : Tidak mengeluh nyeri abdomen, tidak meringis, Nadi 70 – 80 x/menit.
Intervensi :
1.      Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.
Rasional : Analgesik bekerja mengurangi reseptor nyeri dalam mencapai sistim saraf sentral.
2.      Atur posisi klien yang enak sesuai dengan  keadaan.
Rasional : Dengan posisi miring ke sisi yang sehat disesuaikan dengan gaya gravitasi, maka dengan miring kesisi yang sehat maka terjadi pengurangan  penekanan sisi yang sakit.
3.      Awasi respon emosional klien terhadap proses nyeri.
Rasional : Keadaan emosional mempunyai dampak pada kemampuan klien untuk         menangani nyeri.
4.      Ajarkan teknik pengurangan nyeri dengan teknik  distraksi.
Rasional : Teknik distraksi merupakan teknik pengalihan perhatian sehingga mengurangi emosional dan kognitif.
5.      Observasi tanda-tanda vital.
Rasional  :   Deteksi dini adanya kelainan

c.       Diagnosa Keperawatan 3 : Gangguan nutrisi : Kurang dari kebutuhan  berhubungan dengan tidak adekuatnya asupan nutrisi.
Tujuan  : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria : Kriteria berat badan naik, klien mau mengkonsumsi makanan yang disediakan.
Intervensi :
1.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin.
Rasional : Dengan pemberian vitamin membantu proses metabolisme, mempertahankan fungsi berbagai jaringan dan membantu pembentukan sel baru.
2.      Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh dan diit yang ditentukan dan tanyakan kembali apa yang telah dijelaskan.
Rasional : Pengertian klien tentang nutrisi mendorong klien untuk mengkonsumsi makanan sesuai diit yang ditentukan dan umpan balik  klien tentang penjelasan merupakan tolak ukur penahanan klien tentang nutrisi.
3.      Bantu klien dan keluarga mengidentifikasi dan memilih makanan yang mengandung kalori dan protein tinggi.
Rasional : Dengan mengidentifikasi berbagai jenis makanan yang telah ditentukan.
4.      Sajikan makanan dalam keadaan menarik dan hangat.
Rasional : Dengan penyajian yang menarik diharapkan dapat meningkatkan selera makan.
5.      Anjurkan pada klien untuk menjaga kebersihan mulut.
Rasional : Dengan kebersihan mulut menghindari rasa mual sehingga diharapkan menambah rasa.
6.      Monitor kenaikan berat badan.
Rasional : Dengan monitor berat badan merupakan sarana untuk mengetahui perkembangan asupan nutrisi klien.

d.      Diagnosa Keperawatan 4 : Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan sesak dan nyeri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapakan tidur terpenuhi sesuai kebutuhan.
Kriteria : klien mengatakan sudah dapat tidur.
Intervensi :
1.      Lakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen dan analgesic.
Rasional : Dengan penambahan suplay O2 diharapkan sesak nafas berkurang   sehingga klien dapat istirahat.
2.      Beri suasana yang nyaman pada klien dan beri posisi yang menyenangkan yaitu kepala lebih tinggi
Rasional : Suasana yang nyaman mengurangi rangsangan ketegangan dan sangat membantu untuk bersantai dan dengan posisi lebih tinggi diharapkan membantu paru – paru untuk melakukan ekspansi optimal.
3.      Berikan penjelasan terhadap klien pentingnya istirahat tidur.
Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien termotivasi untuk memenuhi kebutuhan istirahat sesuai dengan kebutuhan.
4.      Tingkat relaksasi menjelang tidur.
Rasional : Diharapkan dapat mengurangi ketegangan otot dan pikiran lebih tenang.
5.      Bantu klien untuk melakukan kebiasaannya menjelang tidur.
Rasional : Dengan tetap tidak mengubah pola kebiasaan klien mempermudah klien untuk beradaptasi dengan lingkungan.

e.       Diagnosa Keperawatan 5 : Gangguan aktifitas berhubungan dengan sesak dan nyeri.
Tujuan  : Setelah dilakukan tindakan perawatan  diharapkan klien dapat melakukan aktivitas dengan bebas.
Kriteria :  Klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Intervensi :
1.      Bimbing klien melakukan  mobilisasi secara bertahap.
Rasional : Dengan latihan secara bertahap klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
2.      Latih klien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.
Rasional : Diharapkan ada upaya  menuju kemandirian.
3.      Ajarkan pada klien menggunakan teknik relaksasi yang merupakan salah satu teknik pengurangan nyeri.
Rasional : Pengendalian nyeri merupakan pertahanan otot dan persendian dengan optimal.
4.      Jelaskan tujuan aktifitas ringan.
Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif.
5.      Observasi reaksi nyeri dan sesak saat melakukan aktifitas.
Rasional : Dengan mobilisasi terjadi penarikan otot, hal ini dapat meningkatkan rasa nyeri.
6.      Anjurkan klien untuk mentaati terapi yang diberikan.
Rasional : Diharapkan klien dapat kooperatif.

f.       Diagnosa Keperawatan 6 : Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan   tentang penyakit yang diderita.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan cemas berkurang.
Kriteria  : Klien tenang, klien mampu bersosialisasi.
Intervensi :
1.      Berikan dorongan pada klien untuk mendiskusikan perasaannya mengemukakan persepsinya tentang kecemasannya.
Rasional : Membantu klien dalam memperoleh kesadaran dan memahami keadaan diri yang sebenarnya.
2.      Jelaskan pada klien setiap melakukan prosedur baik keperawatan maupun tindakan medis.
Rasional : Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif dan mengurangi kecemasan klien.
3.      Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan tentang penyakitnya.
Rasional : Dengan penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah kepercayaan terhadap apa yang dijelaskan sehingga cemas klien berkurang.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi / pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit hepatoma dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien.

EVALUASI
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauah mana tujuan telah tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar