PENGERTIAN
Trauma Abdomen adalah cedera/rudapaksa atau
kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau
cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang
hebat (Brooker, 2001). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan
orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah
menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja
atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma abdomen adalah cedera pada
abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau
tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi
rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana
pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi (FKUI, 1995). Trauma abdomen adalah pukulan / benturan
langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada
isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau
berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal)
dan mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13
Juli 2000).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau
kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi
sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997).
KLASIFIKASI TRAUMA ABDOMEN
Trauma abdomen berdasarkan mekanismenya dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
1.
Trauma tembus
(trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :
Disebabkan
oleh :
-
Luka akibat terkena
tembakan.
-
Luka akibat tikaman
benda tajam.
-
Luka akibat
tusukan.
2.
Trauma tumpul
(trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan
oleh :
-
Terkena kompresi
atau tekanan dari luar tubuh.
-
Hancur (tertabrak
mobil).
-
Terjepit sabuk
pengaman karna terlalu menekan perut.
-
Cidera akselerasi /
deserasi karena kecelakaan olah raga.
Trauma
pada dinding abdomen terdiri dari :
1.
Kontusio dinding
abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi.
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan
terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah
dapat menyerupai tumor.
2.
Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen
yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma
penetrasi.
Trauma
Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma
abdomen pada isi abdomen, menurut
Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari:
1.
Perforasi organ
viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di
sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
2.
Luka tusuk (trauma
penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji
kemampuan diagnostik ahli bedah.
3.
Cedera thorak
abdomen.
Setiap luka pada thoraks yang mungkin
menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
ETIOLOGI TRAUMA ABDOMEN
Kecelakaan
lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian.
Menurut sjamsuhidayat, penyebab trauma abdomen adalah, sebagai berikut :
Penyebab
trauma penetrasi :
-
Luka akibat terkena
tembakan.
-
Luka akibat tikaman
benda tajam.
-
Luka akibat tusukan
Penyebab
trauma non-penetrasi :
-
Terkena kompresi
atau tekanan dari luar tubuh.
-
Hancur (tertabrak
mobil).
-
Terjepit sabuk
pengaman karna terlalu menekan perut.
-
Cidera akselerasi /
deserasi karena kecelakaan olah raga
TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala dari trauma abdomen sesuai dengan mekanismenya adalah
sebagi berikut.
1.
Trauma tembus
(trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :
-
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.
-
Respon stres simpatis.
-
Perdarahan dan pembekuan darah.
-
Kontaminasi bakteri.
- Kematian
sel.
2.
Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
-
Kehilangan darah.
-
Memar/jejas pada dinding perut.
-
Kerusakan organ-organ.
-
Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.
-
Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).
Menurut
(Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1.
Nyeri : Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri
dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan
nyeri lepas.
2.
Darah dan cairan : Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
3.
Cairan atau udara dibawah diafragm : Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4.
Mual dan muntah
5.
Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) : Yang disebabkan oleh
kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.
PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor
– faktor fisik dari kekuatan tersebut
dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan
pergerakan dari jaringan tubuh yang akan
menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma
juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua
keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh
gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma
adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat
terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
· Meningkatnya tekanan intra
abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan
setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan
terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
· Terjepitnya organ intra
abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang
dinding thoraks.
· Terjadi gaya akselerasi –
deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel
vaskuler.
Pohon masalah:
Trauma
(kecelakaan)
↓
Penetrasi & Non-Penetrasi
↓
Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)
↓
Menekan saraf peritonitis
↓
Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen →
Nyeri
↓
Motilitas usus
↓
Disfungsi usus
→ Resiko infeksi
↓
Refluks usus output cairan berlebih
Gangguan cairan dan elektrolitdan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
↓
Kelemahan fisik
↓
Gangguan mobilitas fisik
(Sumber : Mansjoer,2001)
MANIFESTASI KLINIS
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut
Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi
abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh,
nyeri spontan.
1.
Pada trauma
non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:
-
Jejas atau ruftur
dibagian dalam abdomen.
-
Terjadi perdarahan
intra abdominal.
-
Apabila trauma
terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan
biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB
hitam (melena).
-
Kemungkinan bukti
klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
-
Cedera serius dapat
terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.
2.
Pada trauma
penetrasi biasanya terdapat:
-
Terdapat luka
robekan pada abdomen.
-
Luka tusuk sampai
menembus abdomen.
-
Penanganan yang
kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah keadaan.
-
Biasanya organ yang
terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan rektum : adanya darah
menunjukkan kelainan pada usus besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah
dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada
saluran kencing.
2.
Laboratorium : hemoglobin,
hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3.
Radiologik : bila diindikasikan
untuk melakukan laparatomi.
4.
IVP/sistogram : hanya dilakukan bila
ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
5. Parasentesis perut : tindakan ini
dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya kelainan dalam rongga
perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat,
dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui
dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan
menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6.
Lavase peritoneal : pungsi dan
aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan garam fisiologis melalui
kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (FKUI, 1995).
KOMPLIKASI
Segera :
hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat :
infeksi (Smeltzer, 2001).
DAMPAK PADA BERBAGAI SISTEM TUBUH
Setiap musibah yang dihadapi seseorang
akan selalu menimbulkan dampak masalah baik bio - psiko- social-spiritual yang
dapat mempengaruhi kesehatan dan perubahan pola kehidupan. Dampak dari pre
operasi :
a.
Dampak pada fisik :
•
Pola Pernapasan : Keadaan ventilasi pernapasan terganggu jika terdapat gangguan
instabilitasi cardiovaskuler, respirasi dan kelainan – kelainan neurologis
akibat multiple trauma.
Penyebab
yang lain adalah perdarahan didalam rongga abdominal yang menyebabkan distended
sehingga menekan diafragma yang akan mempengaruhi ekspansi rongga thoraks.
•
Pada sirkulasi : Perdarahan dalam rongga abdomen karena cidera dari oragan –
organ abdominal yang padat maupun berongga atau terputusnya pembuluh darah,
sehingga tubuh kehilangan darah dalam waktu singkat yang mengakibatkan shock
hipovolemik dimana sisa darah tidak cukup mengisi rongga pembuluh darah.
•
Perubahan perfusi jaringan : Penurunan perfusi jaringan disebabkan karena suplai
darah yang dipompakan jantung ke seluruh tubuh berkurang / tidak mencukupi
kesesuaian kebutuhan akibat dari shock hipovolemic.
•
Penurunan Volume cairan tubuh : Perdarahan akut akan mempengaruhi keseimbangan
cairan di dalam tubuh, dimana cairan intra celluler (ICF), Extracelluler (ECF)
diantaranya adalah cairan yang berada di dalam pembuluh darah (IV) dan cairan
yang berada di dalam jaringan di antara sel - sel (ISF) akan mengalami defisit
atau hipovolemia.
•Kerusakan
Integritas kulit : Trauma benda tumpul dan tajam akan menimbulkan kerusakan dan
terputusnya jaringan kulit atau yang dibagian dalamnya diantaranya pembuluh
darah, persyarafan dan otot didaerah trauma.
b.
Dampak Psikologis
Perasaan
cemas dan takut akan menyelimuti diri pasien, hal ini disebabkan karena musibah
yang dialaminya dan kurangnya informasi tentang tindakan pengobatan dengan
jalan pembedahan / operasi.
c. Dampak Sosial
Mengingat
dana yang dibutuhkan untuk tindakan pembedahan tidak sedikit dan harga obat –
obatan yang cukup tinggi, hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi dan
membutuhkan waktu yang amat segera (sempit).
MANAJEMEN MEDIK
1.
Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas,
pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
2.
Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan
dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan
menimbulkan hemoragi masif.
a. Pastikan kepatenan jalan napas dan
kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah
sinar x leher didapatkan.
c. Gunting baju dari luka.
d. Hitung jumlah luka.
e. Tentukan lokasi luka masuk dan
keluar.
3.
Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering
menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
4.
Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai
pembedahan dilakukan.
a.
Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan
bendungan luka dada
b.
Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan
cepat dan memperbaiki dinamika
sirkulasi.
c.
Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi
terhadap transfusi ; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d.
Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi
tempat perdarahan.
5.
Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini
membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
6.
Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril,
balutan salin basah untuk mencegah kekeringan visera.
a.
Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b.
Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya
peristaltik dan muntah
7.
Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian
adanya hematuria dan pantau haluaran urine.
8.
Pertahankan lembar
alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan tekanan vena
sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
9.
Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium
ketika terdapat ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
10.
Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi
peritonium pada kasus luka tusuk.
11.
Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan
a.
Jahitan dilakukan
disekeliling luka.
b.
Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c.
Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x
menunjukkan apakah penetrasi
peritonium telah dilakukan.
12.
Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi.
trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis,
bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan
terapeutik (infeksi nosokomial).
13.
Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya
syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau
hematuria.
14.
Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah
aspirasi.
Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).
Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).
15.
Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul
jika terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ;
prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ;
udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam
rongga perut) (FKUI, 1995).
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
a. Trauma
tembus abdomen
Dapat riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan / tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).
- Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
- Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehinggga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitonel ; jika ada tanda iritasi peritoneum biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
- Kaji pasien untuk progesi distensi abdomen, gerakan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
- Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
Catat semua tanda fisik selama pemeriksan pasien.
Dapat riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan / tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).
- Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
- Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehinggga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitonel ; jika ada tanda iritasi peritoneum biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
- Kaji pasien untuk progesi distensi abdomen, gerakan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
- Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
Catat semua tanda fisik selama pemeriksan pasien.
b. Trauma
tumpul abdomen
Dapat riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah) dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
Metode cedera, waktu awitan gejala, lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderia ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan, waktu makan atau minum terakhir, kecenderungan perdarahan, penyakit dan medikasi terbaru, riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus, alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan. (Keperawatan Mediakl Bedah : Brunner dan Suddarth, hal. 2476 – 2477).
Dapat riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah) dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
Metode cedera, waktu awitan gejala, lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderia ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan, waktu makan atau minum terakhir, kecenderungan perdarahan, penyakit dan medikasi terbaru, riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus, alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan. (Keperawatan Mediakl Bedah : Brunner dan Suddarth, hal. 2476 – 2477).
Penatalaksanaan
- Mulai prosedur resusitasi
(memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
- Pertahankan pasien pada brankar atau
tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh
darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
a.
Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan
serta sistem saraf.
b.
Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher
didapatkan.
c.
Gunting baju dari luka.
f. Hitung jumlah luka.
g. Tentukan lokasi luka masuk dan
keluar.
- Kaji tanda dan gejala hemoragi.
Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami
trauma.
- Kontrol perdarahan dan pertahanan
volume darah sampai pembedahan dilakukan.
a.
Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan
bendungan luka dada
b.
Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan
cepat dan memperbaiki dinamika
sirkulasi.
c.
Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi
terhadap transfusi ; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d.
Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi
tempat perdarahan.
- Aspirasi lambung dengan selang
nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi
kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena
aspirasi.
- Tutupi visera abdomen yang keluar
dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah nkekeringan visera.
a.
Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b.
Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya
peristaltik dan muntah
- Pasang kateter uretra menetap untuk
mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau haluaran urine.
- Pertahankan lembar alur terus
menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan tekanan vena sentral
pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
- Siapkan untuk parasentesis atau
lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai perdarahan
intraperitonium.
- Siapkan sinografi untuk menentukan
apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.
- Berikan profilaksis tetanus sesuai
ketentuan
a.
Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b.
Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka
c.
Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x
menunjukkan apakah penetrasi
peritonium telah dilakukan
- Berikan antibiotik spektrum luas
untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena
kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan
manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
- Siapkan pasien untuk pembedahan jika
terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah
diafragma, eviserasi, atau hematuria.
- Pemasangan NGT untuk pengosongan isi
lambung dan mencegah aspirasi.
Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).
Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).
-
Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul
jika terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ;
prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ;
udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam
rongga perut) (FKUI, 1995)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah
1. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk
2. Risiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
3. Nyeri
akut berhubungan dengan trauma / diskontinuitas jaringan.
4. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak nyamanan, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan / tahanan.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi
adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994).
Implementasi
adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) meliputi :
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) meliputi :
NO
|
Diagnosa
Keperawatan
|
NOC
|
Intervensi
|
Implementasi
|
1
|
Kerusakan
Integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan laparatomi
|
Setelah dilakukan perawatan diharapkan mencapai penyembuhan
luka pada waktu yang sesuai dengan Kriteria
Kriteria Hasil:
-
Tidak ada tanda
tanda infeksi seperti pus.
-
Luka bersih tidak
lembab dan tidak
kotor.
- Tanda-tanda vital
Dalam batas
normal
atau dapat
ditoleransi
|
- Kaji kulit dan
identifikasi
pada
tahap
perkembangan
luka
- Kaji lokasi, ukuran,
warna, bau,
serta
jumlah dan
tipe
cairan luka
- Pantau peningkatan
suhu tubuh
- Berikan perawatan
luka dengan
tehnik
aseptik.
Balut luka
dengan kasa
kering
dan steril,
gunakan
plester
kertas
- Jika pemulihan tidak terjadi
kolaborasi tindakan
lanjutan, misalnya
debridement
- Setelah
debridement,
ganti
balutan sesuai
kebutuhan.
- Kolaborasi
pemberian
antibiotik
sesuai
indikasi
|
- Mengetahui
sejauh
mana perkembangan
luka
mempermudah
dalam
melakukan
tindakan yang tepat
-
Mengidentifikasi
tingkat keparahan luka
akan mempermudah
intervensi.
-
Suhu tubuh yang
Meningkat dapat
diidentifikasikan
sebagai adanya proses peradangan
-
Tehnik aseptik membantu
mempercepat penyembuhan
luka dan mencegah terjadinya infeksi.
- Agar
benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
Menyebar
luas pada area kulit normal
lannya.
- Balutan
dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung
kondisi
parah / tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi
- Antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme
pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
|
2
|
Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi,
prosedur invasif dan kerusakan kulit.
|
Infeksi
tidak terjadi / terkontrol
Kriteria
hasil :
- Tidak ada tanda-
Tanda infeksi seperti pus
- Luka bersih tidak
lembab dan tidak
kotor.
- Tanda-tanda vital
dalam batas normal
atau dapa ditoleransi.
|
- Pantau tanda-tanda vital
- Lakukan perawatan luka dengan teknik asseptik.
-Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus,
kateter, darinase luka, dll.
-Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit
-Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
|
Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutamabila
suhu tubuh meningkat
- Mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen
- Untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
- Penurunan Hb dan
peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya
proses infeksi
- Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme
patogen.
|
3
|
Nyeri akut berhubungan dengan trauma /
diskontinuitas jaringan.
|
Nyeri
dapat berkurang atau hilang
Kriteria
Haasil :
- Nyeri berkurang atau
hilang
- Klien tampak tenang Intervensi dan |
- Lakukan pendekatan pada
klien dan keluarga.
-Kaji tingkat intensitas
dan frekwensi.
-Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
-Observasi tanda-tanda
vital
- Melakukan kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian analgesik
Merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri. |
- Lakukan pendekatan pada
klien dan keluarga.
-Kaji tingkat intensitas
dan frekwensi.
-Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
-Observasi tanda-tanda
vital
- Melakukan kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian analgesik
Merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri. |
4
|
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
|
Pasien
memiliki cukup energi untuk beraktivitas
Kriteria
Hasil:
- Perilaku menampakan
kemampuan
untuk
memenuhi
kebutuhan
diri
- Pasien
mengungkapkan
mampu untuk
melakukan
beberapa
aktivitasnya
tanpa
dibantu.
- Koordinasi otot,
Tulang dana
nggota
gerak lainnya
baik.
|
-
Rencana periode istirahat yang cukup
-
Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
-
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan..
-Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien
|
-
Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat
digunakan untuk aktivitas seperlunya secara optimal.
-
Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan
dengan menghemat tenagab namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
-
Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali
- Menjaga kemungkinan
adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
|
EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :
1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang
4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :
1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang
4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar