Rabu, 25 November 2015

Typhoid



Text Box: KONSEP DASARVertical Scroll: BAB 8 THYPUS ABDOMINALIS


Description: http://www.chirurgie-portal.de/upload/bilder/typhus-paratyphus.jpg
PENGERTIAN
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. ( Syaifullah Noer, 1998 ).
            Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif 1999).
            Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI. 1999).
Thypus abdominalis adalah “ penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii.” (A.Aziz Alimul Hidayat, 2006 : 126)
Thypus abdominalis adalah  “penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan yaitu pada usus halus dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Salmonella Thyposa”. (Ngastiyah, 2005 : 236)
Tifus abdominalis adalah “penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 1 minggu dan terdapat gangguan kesadaran”. (Suriadi, 2006 : 254)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam  thypoid (Thypus abdominalis) adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran cerna usus halus disebabkan infeksi salmonella typhosa yang biasanya disertai gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran cerna dan adanya penurunan kesadaran.

ETIOLOGI
Penyakit Typhus Abdominalis disebabkan oleh kuman Salmonella thyposa/Eberthella typhosa basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora dengan masa inkubasi 10-20 hari (Suriadi, 2001 : 282). Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C maupun oleh antiseptik. Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
  1. Antigen O : Onne Hauch : Somatik antigen (tidak menyebar)
  2. Antigen H : Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil
  3. Antigen V1 : kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut Aglutinin.  Ada 3 tipe spesis utama pada salmonela yaitu : salmonella typosa (satu serotip), salmonella choleraesius (satu serotipe) dan salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe) (Rampengan, 2008 : 47).
Kuman penyebab penyakit ini adalah kuman salmonella thyposa, yang dapat menular dengan mudah melalui 5 F yaitu : food ( makanan ), fingers (jari tangan/kuku ), fomitus ( muntah ), fly ( lalat ), dan melalui feses.
PATOFISIOLOGI
 Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Finger (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses, dan ini akan mengakibatkan resiko tinggi infeksi. Serta muntah pada penderita thypoid dapat mengakibatkan resiko tinggi penularan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan yang dikonsumsi oleh orang yang sehat. Selain itu, kesehatan lingkungan dan hygiene yang buruk, social ekonomi rendah dan kurang pendidikan bisa menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
Kuman masuk melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman yang tercemar  sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, kejaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk keperedaran darah bakterimia primer, disini bisa menyebabkan resiko tinggi komplikasi. Setelah itu mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa, dan organ-organ lainnya. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman kedalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu kemudian menyebabkan respon peradangan oleh endotoksin

GAMBARAN  KLINIS
  1. Demam berlangsung 3 minggu, selama minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur naik (38,8OC-40OC), biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Minggu kedua masih berada dalam keadaan demam dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
  2. Gangguan saluran pencernaan, pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup selaput putih, kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
  3. Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan bradikardia dan epistaksis pada anak besar. (Ngastiyah, 2005 : 237).

KOMPLIKASI 
Komplikasi pada usus halus umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.
1)      Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2)      Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3)      Peritonitis
Biasanya disertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang.
·         Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia. (Ngastiyah, 2005 : 237).

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
  • Darah tepi
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut.
  • Pemeriksaan untuk kultur (biakan)
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.
Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi jumlah darah yang diambil, perbandingan volume darah dari media empedu, dan waktu pengambilan darah.
Volume 10-15 ml dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil dibutuhkan 2-4 ml.Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur hanya sekitar 0.5-1 ml.Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Biakan empedu terdapat basil Salmonella typhosa urine dan tinja, jika pemeriksaan selama 2 kali berturut-turut tidak didaptkan basil salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan sembuh.
  • Pemeriksaan widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. (Suriadi, 2006 : 283 dan Ngastiyah, 2005 : 238).

PENATALAKSANAAN
Dalam manajemen medik untuk penderita typhus abdominalis mencakup 3 hal yaitu :
·         Diet
Makanan untuk penderita typhus abdominalis adalah makanan yang  sesuai dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas ataupun kuantitas dapat diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan dengan kebutuhan baik kalori, protein, elektrolit, vitamin ataupun mineral serta diusahakan makanan yang rendah atau bebas serat dan menghindari makanan yang bersifat iritatif. Bila kesadaran klien menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan klien baik dapat juga diberikan makanan lunak dengan tujuan agar tidak merusak plaks peyer yang membesar atau menipis dan mencegah perforasi sarta perdarahan.
·         Perawatan
Pasien typhus abdominalis perlu di rawat di Rumah Sakit untuk isolasi observasi dan pengobatan, pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 5-7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi terjadinya komplikasi perdarahan usus dan perporasi usus, mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Finger (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Maka dari itu kita harus selalu menjaga dan melakukan perawatan secara maksimal supaya bisa mencegah penularan tersebut terjadi.
·         Pengobatan
Jenis obat yang biasa digunakan untuk mengobati penderita typhus abdominalis yaitu :
1)      Kloramfenikol
Merupakan obat antimikroba pilihan utama untuk typhus abdominalis. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/hari (maksimum 2 gram per hari) diberikan 4 kali sehari peroral atau intravena.
2)      Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada typhus abdominalis demam  hampir sama dengan kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam turun setelah rata-rata 5-6 hari.
3)      Kotrimoksazol
Efektifitasnya  kurang lehih sama dengan kloramfenikol digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprin dan 400 mg sulfa metoksazol)
4)      Ampisilin dan Amoksilin
Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien typhus abdominalis dengan leucopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara  75-150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan ampisilin atau amoksilin demam pada typhus abdominalis turun rata-rata setelah 7-9 hari
5)      Sefalosforin generasi ketiga
Golongan sefalosforin golongan ketiga yang terbukti efektif untuk penyakit typhus abdominalis adalah seftiakson, dosis yang dianjurkan adalah 3-4 gram dalam dektrosa 100 cc diberikan selama setengah jam  perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari. (Rampengan, 2008 : 58-62).

DAMPAK TERHADAP SISTEM TUBUH LAIN
  • Sistem Persyarafan
Klien dengan penyakit typhus abdominalis ini dapat mengakibatkan terjadinya peradangan oleh bakteri yang mengenai seluruh organ tubuh melalui pembuluh limfa diantaranya, saraf pusat atau otak. Dan hal ini dapat menyebabkan menurunnya kesadaran klien dari apatis, somnolen hingga sopor apabila penyakit tersebut terlambat dalam penanganannya (Ngastiyah, 2005 : 237).
·         Sistem Kardiovaskuler
Kuman salmonella masuk kedalam usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (Ig A) usus kurang baik maka kuman menembus sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya kelamina  propia. Dilamina propia kuman di fagosit oleh sel-sel fagosit terutama makrophage. Makrophage pada penderita akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines, selanjutnya monokines ini dapat menyebabkan instabilitas vaskuler dan mengakibatkan adanya gangguan sirkulasi yaitu perubahan tanda-tanda vital seperti bradikardi pada perabaan nadi (Rampengan 2008 : 63).
  • Sistem Pernafasan
Jika klien dalam keadaan demam biasanya frekuensi dan kedalaman nafas meningkat. Peningkatan tersebut dapat juga terjadi akibat nyeri karena peradangan usus halus. Hal ini merangsang sinyal dari sumsum tulang belakang dihantarkan melalui dua jalur yaitu spinal thalamus traktus (STT) ke spinal respiratori traktus (SRT), dari spinal respiratori traktus dihantarkan ke medulla oblongata hingga mengakibatkan neural inspiratory yang akan meningkatkan frekuensi nafas (Mansyur, 2002 : 42).
  • Sistem Muskuloskeletal
Pada typhus abdominalis kemungkinan akan terjadi keluhan yang berhubungan dengan sistem musculoskeletal berupa nyeri otot, kelemahan fisik akibat produksi makrophage yang menghasilkan monokises yang mengakibatkan nekrosis seluler. Biasanya klien mengalami osteomielitis yang disebabkan oleh bakteri yang masuk pada jaringan tulang melalui pembuluh darah (Rampengan : 2008 : 56)
  • Sistem Perkemihan
Pada penderita typhus abdominalis ini biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh sehingga akan mengakibatkan terjadinya diaforesis yang berlebih lewat keringat akibatnya penderita biasanya lebih banyak minum dan ini akan meningkatkan kerja ginjal, sehingga klin akan sering mengalami BAK (Ngastiyah, 2005 : 237 ).
  • Sistem Integumen
Klien dengan penyakit typhus abdominalis ini dapat terjadi kerusakan integritas kulit seperti lesi. Hal ini disebabkan karena klien mengalami bedrest. Selain itu emboli basil dalam kapiler kulit terutama pada daerah punggung dan anggota gerak dapat ditemukan adanya roseola yaitu berupa bintik-bintik kemerahan yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam (Ngastiyah, 2005 : 237).
  • Sistem Pencernaan
Bakteri masuk kemulut melalui makanan yang mengakibatkan terjadinya peradangan pada usus, selain itu juga bakteri masuk melalui aliran darah sistemik lalu masuk organ hati yang pada akhirnya menyebabkan peradangan pada hati dan limpa. Pada sistem pencernaan akan didapatkan pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung tepinya kemerahan jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri daerah perut, konstipasi, diare atau bisa juga normal disamping itu disertai mual, muntah, dan anoreksia. Pada klien dengan typhus abdominalis akan terjadi  keluhan mual, muntah, anorexia dan perasaan tidak enak di perut (Ngastiyah, 2005 : 238).

PENCEGAHAN
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
a. Penyediaan air minum yang memenuhi
b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
c. Pemberantasan lalat.
d. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
2. Usaha terhadap manusia:
a. Imunisasi
b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene. (Mansjoer, Arif 1999).
Text Box: KONSEP ASKEP

PENGKAJIAN
1. Identitas
      Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR.
2. Keluhan Utama
      pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
      Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
      Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
      Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya.
6. Riwayat Psikososial
      Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
      1) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
                  Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
      2) Pola nutrisi dan metabolisme
                  Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
      3) Pola aktifitas dan latihan
                  Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
      4) Pola tidur dan aktifitas
                  Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
      5) Pola eliminasi
                  Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
      6) Pola reproduksi dan sexual
                  Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
      7) Pola persepsi dan pengetahuan
                  Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
      8) Pola persepsi dan konsep diri
                  Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
      9) Pola penanggulangan stress
                  Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
      10) Pola hubungan interpersonil
                  Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
      11) Pola tata nilai dan kepercayaan
                  Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
6. Pemeriksaan Fisik
      1) Keadaan umum
                  Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
      2) Kepala dan leher
                  Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
3) Dada dan abdomen
                  Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
4) Sistem respirasi
                  Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
5) Sistem kardiovaskuler
                  Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
6) Sistem integumen
                  Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
7) Sistem eliminasi
                  Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8) Sistem muskuloskolesal
                  Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
9) Sistem endokrin
                  Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
10) Sistem persyarafan
      Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).

INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi
Tujuan :
suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh
Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh.
Turgor kulit membaik
Intervensi :
Ó Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh
R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
Ó Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
Ó Batasi pengunjung
R/ agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
Ó Observasi TTV tiap 4 jam sekali
R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
Ó Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum ± 2,5 liter / 24 jam
R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
Ó Memberikan kompres dingin
R/ untuk membantu menurunkan suhu tubuh
Ó Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretik
R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
Tujuan :
Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil : - Nafsu makan meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
Intervensi
Ó Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
Ó Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
R/ untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
Ó Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
Ó Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
R/ untuk menghindari mual dan muntah.
Ó Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.
R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah.
Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest
Tujuan :
pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Kriteria hasil : Kebutuhan personal terpenuhi
Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh.
memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi.
Intervensi :
Ó Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri).
R/ agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.

Ó Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
Ó Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
Ó Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.

4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (diare/muntah)
Tujuan :
tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat
Wajah tidak nampak pucat
Intervensi :
Ó Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
Ó Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan.
Ó Anjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 liter / 24 jam.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
Ó Observasi kelancaran tetesan infuse.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odem.
Ó Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).

EVALUASI
Dari hasil intervensi yang telah tertulis, evaluasi yang diharapkan :
     
Ó Dx : peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhii
      Evaluasi : suhu tubuh normal (36 o C) atau terkontrol.
     
Ó Dx : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
      Evaluasi : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
     
Ó Dx : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest
      Evaluasi : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
     
Ó Dx : gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan  pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah)
      Evaluasi : kebutuhan cairan terpenuhi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar