KONSEP DASAR
|
BAB 6 SIROSIS HEPATIS
|
PENGERTIAN
Sirosis hepatis adalah
penyakit yang
di tandai oleh adanya peradangan difus dan menahun
pada hati,diikuti dengan proliferasi
jaringan ikat,degenerasi
dan regenerasi sel-sel
hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim
hati (Mansjoer,FKUI, 2001).
Sirosis hati
adalah penyakit hati menahun yang
difus ditandai
dengan adanya pembentukan
jaringan
ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya
proses peradangan
ekrosis sel
hati yang luas.
Pembentukan jaringan ikat
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro
dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer&Bare,
2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit
hati kronis yang
tidak diketahui penyebabnya
dengan
pasti.Telah
diketahui bahwa penyakit
ini merupakan
stadium
akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati
(Sujono,
2002).
Berdasarkan beberapa
pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa sirosis hati
adalah penyakit hati kronis yang
ditandai oleh adanya peradangan difus pada
hati,diikuti dengan
proliferasi jaringan ikat, degenerasi
dan regenerasi sel
hati disertai nodul dan merupakan
stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Hati adalah organ yang terbesar yang
terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500
gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna
merah tua karena kaya akan persediaan darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan
lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, di
inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum teres dan di
posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. . Lobus
kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian
utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates. Hati
dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus
peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya.
Hati disuplai oleh dua pembuluh
darah yaitu : Vena porta hepatica yang berasal dari lambung
dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang
larut dalam air, dan mineral danArteri hepatica, cabang dari arteri
kuliaka yang kaya akan oksigen.
Untuk perbedaan hati yang sehat
dengan yang sirosis dapat dilihat pada gambar berikut
Sumber :
Info Kesehatan Fungsi Organ Hati
FISIOLOGI HATI
Hati merupakan pusat dari
metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta
menggunakan 20-25% oksigen darah.
Ada beberapa fungsi hati yaitu:
1. Sebagai
Metabolisme Karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan
KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama lain. Hati mengubah pentosa
dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini
disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati
kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen menjadi glukosa disebut glikoneogenesis. Karena
proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya
hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah
pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan, yaitu: menghasilkan
energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan
membentuk/biosintesis senyawa 3 karbon (3C), yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).
2. Sebagai
Metabolisme Lemak
Hati tidak hanya membentuk/mensintesis lemak tapi sekaligus
mengadakan katabolisis asam lemak.
Asam lemak dapat dipecah menjadi beberapa komponen:
- Senyawa 4 karbon → keton bodies.
- Senyawa 2 karbon → active acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol).
- Pembentukan cholesterol.
- Pembentukan dan pemecahan fosfolipid.
Hati merupakan pembentukan utama sintesis, esterifikasi, dan
ekskresi kolesterol di mana serum cholesterol menjadi standar pemeriksaan
metabolisme lipid.
3.
Sebagai Metabolisme Protein
Hati mensintesis banyak macam
protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula
dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi
asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg
membentuk plasma albumin dan ∂-globulin dan organ utama bagi produksi
urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. ∂-globulin selain
dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β-globulin
hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM
66.000.
4. Sehubungan
Dengan Pembekuan Darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein
yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin,
faktor V, VII, IX, X. Faktor ekstrinsi akan beraksi jika benda asing mengenai
pembuluh darah dan factor instrinsik akan beraksi jika berhubungan dengan katup
jantungvitamin K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor
koagulasi.
5.
Sebagai Metabolisme Vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati, khususnya vitamin A,
D, E, dan K.
6. Sebagai Detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh.
Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi,
esterifikasi, dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun dan
obat over dosis.
7. Sebagai Fagositosis Dan Imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen, dan
berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu, sel kupfer juga ikut
memproduksi ∂-globulin sebagai imun livers mechanism.
8. Sebagai Hemodinamik
Hati merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran
darah hati yang normal ± 1500 cc/menit atau 1000-1800 cc/menit. Darah yang
mengalir di dalam arteri hepatica ± 25% dan di dalam vena porta 75% dari
seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor
mekanis, pengaruh persyarafan, dan hormonal. Aliran ini berubah cepat pada
waktu exercise, terik matahari, dan shock.
Secara klinis sirosis hati dibagi
menjadi:
A. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya
gejala klinis yang nyata.
Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari
proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
B. Sirosis
hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang
jelas.
Secara
morfologi Sherrlock membagi Sirosis hati bedasarkan besar kecilnyanodul, yaitu:
a. Makronoduler
(Ireguler, multilobuler) ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, dengan besar nodul lebih dari 3 mm.
b. Mikronoduler
(reguler, monolobuler) ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur,
didalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata diseluruh
lobus, besar nodulnya sampai 3 mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah
menjadi makronodular.
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler
dan mikronoduler umumnya sinosis hepatis adalah jenis campuran ini.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati,
membagi penyakit Sirosis Hati atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau
sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subcute
yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi
jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau
sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis alkoholik, Laennec´s
cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat
kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis
yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.
Menurut Shiff
dan Tumen secara morfologi membagi atas:
1.
Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
2.
Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus
akut yang terjadi sebelumnya.
3.
Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
ETIOLOGI
Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis hati, terutama
di daerah Barat. Perkembangan sirosi tergantung pada jumlah dan keteraturan
mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan
kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari
penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati
berlemak yang sederhana dan tidak rumit(steatosis),
ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke
sirosis.
Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang
menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya
1.
Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
2. Penyakit
Wilson (kelebihan beban tembaga)
3. Defisiensi
Alphal-antitripsin
4. Glikonosis
type-IV
5. Galaktosemia
6. Tirosinemia
Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B
sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati, apalagi setelah
penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita
dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk
terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah
dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk
lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis,
bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
Zat toksik dan obat
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis.
Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan
kerusakan kronis akan berupa sirosis hati.misalnya :
metotetrexat, amiodaron,INH,
metil dopa dan lainlainkarbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau
fosfor.Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan
vena hepatica adalah : penyakit vena oklusif, sindrom budd chiari, perikarditis
konstriktiva, payah jantung kanan, malnutrisi, dan infeksi seperti: malaria dan
sistosomiasis.
PATOFISIOLOGI
Meskipun
ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, mengonsumsi minuman
beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Selain pada peminum
alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati.
Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki
kebiasaan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi
alkohol yang tinggi.
Faktor
lainnya termasuk pajanan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen,
terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis yang menular.
Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak dari pada
wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 hingga 60 tahun.
Sirosis
Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang melibatkan
sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit
tersebut. Sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan
oleh jaringan parut, akhirnya jumlah jaringan parut melampaui jumlah jaringan
hati yang masih berfungsi. Jaringan-jaringan normal yang masih tersisa dan
jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang
berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol
sepatu berkelapa besar dalam (hobnail appearance) yang khas. Sirosis Hepatis
biasanya memiliki awitan yang insidius dan perjalanan penyakit yang sangat
panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih.
Sirosis
Pasca Nekrotik (Hepatitis dari Virus tipe B dan C). Infeksi hepatitis virus
tipe B dan C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan
nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus ati
dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa
difus dan nodu sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi
sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel reikulum
penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat
meghubungkan daerah porta dan sentra.
Sirosis
Billier (Obstruksi Billiaris Pascahepatik). Kerusakan sel hati yang dimulai
sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai
sirosis biliaris. Penyebabnya oleh karena obstruksi biliaris pascahepatik.
Terjadi stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan
kerusakan sel-sel hati. Hati akan membesar keras, bergranula halus. Ikterus
merupakan bagian awal dari dan utama dari sindrom ini.
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis
antara lain:
a.
Pembesaran
Hati
Pada
awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi
oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras
dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui
palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati
yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan
pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan
penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol
(noduler).
b. Obstruksi
Portal
dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang
sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan
demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami
penurunan.Cairan yang kaya protein dan menumpuk
dirongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan
melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi
arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui
inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
c. Varises
Gastrointestina
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat
perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan
pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh
darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah
merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh
darah kolateral. Distensi pembuluh
darah ini akan membentuk
varises
atau hemoroid tergantung pada lokasinya.Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah
dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini
dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi
untuk mengetahui perdarahan
yang nyata dan tersembunyi dari traktus
gastrointestinal. Kurang lebih 25 % pasien akan mengalami
hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises
pada lambung dan esofagus.
d. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun
sehingga menjadi
predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan
ekskresi
kalium.
e. Defisiensi Vitamin
dan
Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan
K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin
tersebut sering dijumpai,
khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering
menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta
kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan
kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
f. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan
pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan
kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat,
dan pola bicara.
Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1. Mual-mual
dan nafsu makan menurun
2. Cepat lelah
3. Kelemahan otot
4. Penurunan berat badan
5. Air kencing berwarna gelap
6. Kadang-kadang hati teraba keras
7. Ikterus, spider navi, erytema
palmaris
8. Hematemesis, melena
KOMPLIKASI
Komplikasi sirosis hepatis menurut
Tarigan (2001) adalah:
1.
Hipertensi portal
2.
Coma/ensefalopaty
hepatikum
3.
Hepatoma
4.
Asites
5.
Peritonitis bakterial spontan
6.
Kegagalan hati
(hepatoselular)
7.
Sindrom hepatorenal
PENATALAKSANAAN
MEDIS
- Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
- Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
- Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.
- Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dengan glukosa.
- Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol
- Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi untuk pasien dengan hepatitis C kronis yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN (intraferon), seperti:
1. Terapi Kombinasi IFN (intraferon)
dengan ribavirin.
Terapi kombinasi IFN (intraferon)
dan RIB (Ribavirin) terdiri dari IFN(intraferon) 3 juta unit 3 x seminggu dan
RIB (ribavirin) 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat
badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
2.
Terapi induksi IFN (intraferon).
Terapi induksi Interferon yaitu
interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap
hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama
48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB
3.
Terapi dosis IFN tiap hari
Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai
HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati
4.
Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a.
Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa
adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya
edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/
hari.
Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada
respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa
hingga 4-6 liter
dan dilindungi dengan pemberian albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis
dengan melena atau melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100
mmHg, nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD
dengan pemberian dextrose/
salin dan tranfusi
darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau
normal
salin pemberian selama 4
jam dapat diulang 3 kali.
c.
Ensefalopati
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL
pada hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi
diet sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung
bagi pasien yang mengalami perdarahan
pada
varises.
4) Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi
sistemik.
5) Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin,
aminoglikosida.
e. Sindrom
hepatorenal/ nefropatik hepatik Mengatur
keseimbangan cairan
dan
garam.
PENCEGAHAN
Pencegahan pada
sirosis hepatis adalah:
a.
Kurangi efek estrogen.
b.
Berhenti
merokok.
c.
Ketahui status kesehatan tentang mitra seksual .
d.
Gunakan suatu
jarum bersih jika kamu menyuntik obat.
e.
Berhati-hati sekitar produk darah di negara-negara tertentu.
f.
Hindari atau membatasi alkohol.
g.
Hindari pengobatan yang boleh menyebabkan kerusakan hati.
h.
Hindari ekspose ke toksin lingkungan
KONSEP ASKEP
|
PENGKAJIAN
Pada Pasien Sirosis Hepatis Menurut Doenges (2000)
Sebagai
Berikut:
Demografi
a.Usia : diatas 30 tahun
b.Laki-laki beresiko lebih besar daripada perempuan
c.Pekerjaan : riwayat terpapar
toksin
Riwayat Kesehatan
a. Riwayat hepatitis kronis
b. Penyakit gangguan
metabolisme : DM
c. Obstruksi kronis ductus
coleducus
d. Gagal jantung kongestif berat
dan kronis
e. Penyakit autoimun
f. Riwayat
malnutrisi kronis
terutama KEP
Pola
Fungsional
a. Aktivitas/ istirahat
· Gejala : Kelemahan, kelelahan.
· Tanda : Letargi, penurunan massa otot/ tonus.
b. Sirkulasi
Gejala
: Riwayat gagal jantung kongesstif (GJK), kronis, perikarditis, penyakit
jantung rematik, kanker(malfungsi hati menimbulkan gagal hati), disritmia,
bunyi jantung ekstra, DVJ, dan abdomen distensi.
c. Eliminasi
· Gejala : Flatus.
· Tanda : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali,
asites), penurunan/ tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap, pekat.
d. Makanan/ cairan
· Gejala : Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat
mencerna, mual/ muntah.
· Tanda : Penurunan berat badan/ peningkatan (cairan), kulit kering, turgor buruk, ikterik : angioma spider, napas berbau/
fetor hepatikus,
perdarahan gusi.
e.
Neurosensori
· Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian,
penurunan mental.
· Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat/ tak jelas.
f.
Nyeri/ kenyamanan
·
Gejala : Nyeri tekan
abdomen/
nyeri kuadran
kanan
atas.
· Tanda : Perilaku berhati-hati/ distraksi, fokus pada diri
sendiri.
g.
Pernapasan
· Gejala : Dispnea.
· Tanda
: takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, ekspansi paru terbatas
(asites), dan hipoksia.
h.
Keamanan
· Gejala : Pruritus.
· Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkohlik), ikterik,
ekimosis, petekie.
i.
Seksualitas
· Gejala : Gangguan
menstruasi,
impoten.
·
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada, bawah lengan,
pubis)
Pemeriksaan Fisik
a.
Tampak lemah
b. Peningkatan suhu, peningkatan tekanan
darah (bila ada kelebihan cairan)
c. Sclera ikterik,
konjungtiva anemis
d. Distensi vena jugularis
dileher
e. Dada :
1) Ginekomastia (pembesaran payudara pada laki-laki)
2) Penurunan
ekspansi
paru
3) Penggunaan otot-otot asesoris pernapasan
4) Disritmia, gallop
5) Suara abnormal
paru (rales)
f. Abdomen :
1) Perut
membuncit, peningkatan lingkar abdomen
2) Penurunan
bunyi
usus
3) Ascites/ tegang pada
perut kanan
atas,
hati teraba keras
4) Nyeri
tekan ulu hati
g. Urogenital
:
1) Atropi testis
2) Hemoroid
(pelebaran
vena
sekitar rektum)
h.
Integumen :Ikterus,
palmar eritema,
spider naevi,
alopesia, ekimosis
i. Ekstremitas
:Edema, penurunan kekuatan otot
Pemeriksaan
Penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium
(Menurut
Smeltzer & Bare 2001 ) yaitu:
1) Darah lengkap
: Hb/
Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan.
Kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan
hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin ada
sebagai akibat
hiperplenisme.
2) Kenaikan
kadar SGOT, SGPT
3) Albumin
serum
menurun
4) Pemeriksaan
kadar elektrolit : hipokalemia
5) Pemanjangan
masa
protombin
6) Glukosa serum : hipoglikemi
7) Fibrinogen
menurun
8) BUN meningkat
b. Pemeriksaan
diagnostik (Menurut smeltzer & Bare 2001 ) yaitu:
1) Radiologi
: Dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
2) Esofagoskopi : Dapat
menunjukkan adanya varises
esofagus.
3) USG
4) Angiografi
: Untuk mengukur tekanan vena porta.
5) Skan/
biopsi
hati :Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
6) Partografi
transhepatik perkutaneus
Memperlihatkan
sirkulasi sistem vena portal.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien sirosis hepatis menurut Doenges (2000)
antara lain:
1.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
asites.
2.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat.
3.Kelebihan
volume cairan berhubungan
dengan
ascites, edema.
4.Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan
fisik.
5.Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit.
6.Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein.
7.Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan
pertahanan tubuh.
8.Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan
amonia dalam darah.
INTERVENSI
Menurut Doenges (2000) pada klien sirosis hepatis ditemukan diagnosa keperawatan
dengan intervensi
dan rasional sebagai berikut:
1. Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
asites.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola nafas menjadi
efektif.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan pengurangan gejala sesak
nafas.
b. Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18 x/
menit) tanpa terdengarnya suara pernapasan tambahan.
c. Memperlihatkan pengembangan toraks yang penuh
tanpa gejala pernapasan dangkal.
d. Tidak mengalami gejala
sianosis.
Intervensi :
·
Awasi
frekuensi,
kedalaman dan upaya pernapasan.
Rasional : Pernapasan dangkal cepat/ dispnea mungkin ada hubungan
dengan akumulasi
cairan dalam
abdomen.
·
Pertahankan kepala tempat tidur
tinggi, posisi miring.
Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan
tekanan pada diafragma.
·
Ubah posisi dengan sering, dorong latihan nafas dalam,
dan batuk.
Rasional : Membantu ekspansi
paru dan memobilisasi sekret.
·
Berikan tambahan
oksigen sesuai indikasi.
Rasional : Untuk
mencegah hipoksia.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan
peningkatan
berat
badan secara progresif.
b. Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih
lanjut.
Intervensi
:
1) Ukur
masukan
diet harian dengan jumlah kalori.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan.
2) Berikan
makan sedikit tapi sering.
Rasional :Buruknya toleransi terhadap makanan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan
intraabdomen/ asites.
3) Berikan perawatan
mulut sering dan
sebelum
makan.
Rasional : Klien cenderung mengalami luka dan perdarahan gusi dan rasa tidak enak pada mulut dimana menambah
anoreksia.
4) Timbang berat
badan sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin sulit untuk menggunakan berat badan sebagai indikator langsung status nutrisi karena ada
gambaran edema/
asites.
5) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh
glukosa serum,
albumin, total protein dan amonia.
Rasional : Glukosa menurun karena gangguan glukogenesis, penurunan simpanan glikogen, atau masukan tidak adekuat.
3. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam terjadi balance
cairan.
Kriteria hasil :
a.
Menunjukkan volume
cairan stabil dengan keseimbangan
pemasukan dan pengeluaran.
b. Berat badan stabil.
c.
Tanda vital dalam rentang normal
dan tidak ada edema.
Intervensi :
1) Ukur
masukan
dan haluaran,
catat
keseimbangan positif.
Rasional : Menunjukkan
status
volume sirkulasi.
2) Auskultasi paru,
catat penurunan/ tidak adanya bunyi napas danterjadinya bunyi tambahan.
Rasional : Peningkatan kongesti pulmonal
dapat mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran gas, dan
komplikasi.
3) Dorong untuk
tirah
baring bila
ada
asites.
Rasional
: Dapat meningkatkan
posisi
rekumben untuk diuresis.
4) Awasi
TD dan
CVP.
Rasional : Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan
kelebihan volume cairan.
5) Awasi
albumin serum dan elektrolit.
Rasional : Penurunan albumin
serum mempengaruhi tekanan
osmotik
koloid plasma, mengakibatkan edema.
4. Intoleransi
aktivitas berhubungan
dengan
kelemahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam klien toleran
terhadap aktivitas.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan
peningkatan kekuatan
dan kesehatan klien.
b. Merencanakanaktivitas untuk memberikan kesempatan
istirahat yang cukup.
c.
Meningkatkan aktivitas dan
latihan bersamaan dengan bertambahnya kekuatan.
Intervensi :
1) Tawarkan
diet tinggi kalori, tinggi
protein (TKTP).
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi
proses penyembuhan.
2) Berikan
suplemen vitamin (A,
B kompleks, C dan K)
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
3) Motivasi klien untuk melakukan latihan yang diselingi
istirahat.
Rasional : Menghemat tenaga klien sambil mendorong klien
untuk melakukan latihan dalam batas
toleransi klien.
4) Motivasi dan bantu klien untuk melakukan latihan dengan
periode waktu yang ditingkatkan
secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
5.
Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu pada kulit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam integritas
kulit terjaga.
Kriteria hasil :
a. Memperlihatkan turgor kulit yang normal pada ekstremitas dan
batang tubuh.
b.
Tidak memperlihatkan
luka pada tubuh.
c.
Memperlihatkan jaringan yang normal tanpa gejala
eritema, perubahan warna atau peningkatan suhu didaerah tonjolan
tulang.
Intervensi :
1) Batasi
natrium
seperti yang diresepkan.
Rasional : Meminimalkan
pembentukan edema.
2) Berikan
perhatian dan perawatan yang cermat pada
kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematous mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan
serta trauma.
3) Balik dan ubah posisi
klien dengan sering.
Rasional :
Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi
edema.
4)
Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematous.
Rasional : Meningkatkan mobilisasi
edema.
5) Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, dan tonjolan tulang lain.
Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan
trauma
jika dilakukan dengan benar.
6.
Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan
homeostasis dengan tanpa
perdarahan.
b. Menunjukkan perilaku penurunan
resiko
perdarahan.
Intervensi :
1) Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan gastrointestinal.
Rasional : Traktus GI paling bisa untuk sumber perdarahan
sehubungan dengan mukosa yang mudah rusak dan gangguan dalam
homeostasis karena sirosis.
2) Observasi adanya ptekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau
lebih sumber.
Rasional : Adanya gangguan faktor
pembekuan.
3) Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada.
Rasional : Peningkatan nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat
menunjukkan kehilangan
volume darah
sirkulasi, memerlukan evaluasi
lanjut.
4) Awasi Hb/
Ht dan faktor pembekuan.
Rasional : Indikator anemia, perdarahan aktif.
5) Catat perubahan
mental/ tingkat kesadaran.
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia.
7.
Resiko infeksi
berhubungan
dengan penurunan
pertahanan tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil :
a. Tanda-tanda vital dalam batas
normal.
b. Menunjukkan teknik melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi ulang.
Intervensi :
1) Kaji tanda vital dengan sering.
Rasional : Tanda adanya syok septik.
2) Lakukan teknik
isolasi untuk infeksi, terutama cuci tangan
efektif.
Rasional : Mencegah
transmisi
penyakit virus ke orang lain.
3) Awasi/ batasi pengunjung sesuai indikasi.
Rasional : Klien terpajan terhadap proses infeksi potensial resiko
komplikasi sekunder.
4) Berikan
obat sesuai
indikasi : antibiotik.
Rasional : Pengobatan untuk mencegah/membatasi infeksi sekunder.
8.
Resiko perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan
amonia dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi perubahan proses
pikir.
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan
tingkat mental/ orientasi kenyataan.
b. Menunjukkan perilaku pola hidup untuk mencegah/
meminimalkan perubahan mental.
Intervensi :
1) Observasi perubahan
perilaku dan
mental.
Rasional : Karena merupakan fluktuasi alami dari koma hepatik.
2) Konsul pada orang terdekat tentang
perilaku umum dan mental klien.
Rasional : Memberikan dasar untuk perbandingan dengan status saat ini.
3) Pertahankan tirah baring, bantu
aktivitas perawatan diri.
Rasional : Mencegah kelelahan, meningkatkan penyembuhan, menurunkan
kebutuhan metabolik hati.
4) Awasi
pemeriksaan laboratorium, contoh : amonia, elektrolit, pH,
BUN,
glukosa dan darah lengkap.
Rasional : Peningkatan kadar amonia, hipokalemia, alkalosis metabolik,
hipoglikemia, anemia, dan infeksi dapat mencetuskan terjadinya koma
hepatik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar