BAB 7 KELAINAN DARAH
ANEMIA
KONSEP TEORI
Anemia
adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah,
elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel
darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah
(Doenges, 1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya
hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal
(Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal
sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells
(hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis
atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan
melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
ETIOLOGI
Penyebab anemia antara lain :
• Perdarahan
• Kekurangan gizi seperti zat besi, vitamin B12, dan asam folat
• Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, bronkietasis, empiema
• Kelainan darah
• Ketidaksanggupan sum-sum tulang membentuk sel-sel darah.
Penyebab anemia antara lain :
• Perdarahan
• Kekurangan gizi seperti zat besi, vitamin B12, dan asam folat
• Penyakit kronik, seperti gagal ginjal, bronkietasis, empiema
• Kelainan darah
• Ketidaksanggupan sum-sum tulang membentuk sel-sel darah.
PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapt terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki (Sjaifoellah, 1998).
MANIFESTASI KLINIS
Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung(Sjaifoellah, 1998).
Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung(Sjaifoellah, 1998).
KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak (Sjaifoellah, 1998).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Jumlah hemoglobin lebih rendah dari normal (12-14 g/dl)
• Kadar hemalokrit menurun.( normal 37 %-41 %)
• Peningkatan Bilirubin total
• Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
• Terdapat pansitopenia, sum-sum tulang kosong diganti lemak (pada anemia aplastik)
• Jumlah hemoglobin lebih rendah dari normal (12-14 g/dl)
• Kadar hemalokrit menurun.( normal 37 %-41 %)
• Peningkatan Bilirubin total
• Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
• Terdapat pansitopenia, sum-sum tulang kosong diganti lemak (pada anemia aplastik)
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.
1. Transpalasi sel darah merah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
1. Anemia defisiensi besi
- Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur.
- Pemberian preparat fe
- Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan
- Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan transfusi darah.
Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.
1. Transpalasi sel darah merah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Pengobatan (untuk pengobatan tergantung dari penyebabnya) :
1. Anemia defisiensi besi
- Mengatur makanan yang mengandung zat besi, usahakan makanan yang diberikan seperti ikan, daging, telur dan sayur.
- Pemberian preparat fe
- Perrosulfat 3x 200mg/hari/per oral sehabis makan
- Peroglukonat 3x 200 mg/hari /oral sehabis makan.
2. Anemia pernisiosa : pemberian vitamin B12
3. Anemia asam folat : asam folat 5 mg/hari/oral
4. Anemia karena perdarahan : mengatasi perdarahan dan syok dengan pemberian cairan dan transfusi darah.
KONSEP ASKEP
PENGKAJIAN
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise umum.Kehilangan produkifitas, penurunan semangat untuk bekerja Toleransi terhadap latihan rendah.Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
2) Sirkulasi Riwayat kehilangan darah kronis,Riwayat endokarditis infektif kronis, palpitasi
3) Integritas ego
Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah
4) Eliminasi
Gagal ginjal, Hematemesi, Diare atau konstipasi
5) Makana/cairan
Nafsu makan menurun, mual/muntah, berat badan menurun.
6) Nyeri/ kenyamanan
Lokasi nyeri terutama didaerah abdomen dan kepala
7) Pernapasan
Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas
8) Seksualitas
Perubahan menstruasi misalnya menoragia, amenore . Menurunnya fungsi seksual
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise umum.Kehilangan produkifitas, penurunan semangat untuk bekerja Toleransi terhadap latihan rendah.Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
2) Sirkulasi Riwayat kehilangan darah kronis,Riwayat endokarditis infektif kronis, palpitasi
3) Integritas ego
Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah
4) Eliminasi
Gagal ginjal, Hematemesi, Diare atau konstipasi
5) Makana/cairan
Nafsu makan menurun, mual/muntah, berat badan menurun.
6) Nyeri/ kenyamanan
Lokasi nyeri terutama didaerah abdomen dan kepala
7) Pernapasan
Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas
8) Seksualitas
Perubahan menstruasi misalnya menoragia, amenore . Menurunnya fungsi seksual
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen/nutrisi ke sel.
Ditandai dengan :Palpitasi : kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan rambut rapuh, perubahan tekanan darah
• Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
Ditandai dengan : kelemahan dan kelelahan, Mengeluh penurunan aktifitas/latihan,lebih banyak memerlukan istirahat/ tidur
• Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, absorbsi makanan
Ditandai dengan : Penurunan berat badan normal, penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut, nafsu makan menurun, mual, kehilangan tonus otot
• Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan, efek samping penggunaan obat
Ditandai dengan : Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik dan jumlah feses, mual, muntah, penurunan nafsu makan
• Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen/nutrisi ke sel.
Ditandai dengan :Palpitasi : kulit pucat, membrane mukosa kering, kuku dan rambut rapuh, perubahan tekanan darah
• Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
Ditandai dengan : kelemahan dan kelelahan, Mengeluh penurunan aktifitas/latihan,lebih banyak memerlukan istirahat/ tidur
• Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna, absorbsi makanan
Ditandai dengan : Penurunan berat badan normal, penurunan turgor kulit, perubahan mukosa mulut, nafsu makan menurun, mual, kehilangan tonus otot
• Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan, efek samping penggunaan obat
Ditandai dengan : Adanya perubahan pada frekuensi, karakteristik dan jumlah feses, mual, muntah, penurunan nafsu makan
INTERVENSI
• Diagnosa 1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen/nutrisi ke sel.
- Kaji tanda-tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dasar kuku
- Beri posisi semi fowler
- Kaji nyeri dan adanya palpitasi
- Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh pasien
- Hindari penggunaan penghangat atau air panas
Kolaborasi
- Monitor pemeriksaan laboratorium misalnya Hb/Ht dan jumlah sel darah merah
- Berikan sel darah merah darah lengkap
- Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi
• Diagnosa 2 Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
- Kaji kemampuan aktifitas pasien
- Kaji tanda-tanda vital saat melakukan aktifitas
- Bantu kebutuhan aktifitas pasien jika diperlukan
- Anjurkan kepada pasien untuk menghentikan aktifitas jika terjadi palpitasi
- Gunakan teknik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk.
• Diagnosa 3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan, efek samping penggunaan obat
- Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
- Observasi dan catat masukan makanan pasien
- Timbang berat badan tiap hari
- Berikan makanan sedikit dan frekuensi yang sering
- Observasi mual, muntah
- Bantu dan berikan hygiene mulut yang baik
Kolaborasi
- Konsul pada ahli gizi
- Berikan obat sesuai dengan indikasi misalnya vitamin dan mineral suplemen
- Berikan suplemen nutrisi
• Diagnosa 4 Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan, efek samping penggunaan obat
- Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah
- Kaji bunyi usus 7
- Beri cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung
- Hindari makan berbentuk gas
Kolaborasi
- Konsul ahli gizi untuk pemberian diet seimbang
- Beri laktasif
- Beri obat anti diare
• Diagnosa 1 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen/nutrisi ke sel.
- Kaji tanda-tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dasar kuku
- Beri posisi semi fowler
- Kaji nyeri dan adanya palpitasi
- Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh pasien
- Hindari penggunaan penghangat atau air panas
Kolaborasi
- Monitor pemeriksaan laboratorium misalnya Hb/Ht dan jumlah sel darah merah
- Berikan sel darah merah darah lengkap
- Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi
• Diagnosa 2 Intoleran aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
- Kaji kemampuan aktifitas pasien
- Kaji tanda-tanda vital saat melakukan aktifitas
- Bantu kebutuhan aktifitas pasien jika diperlukan
- Anjurkan kepada pasien untuk menghentikan aktifitas jika terjadi palpitasi
- Gunakan teknik penghematan energi misalnya mandi dengan duduk.
• Diagnosa 3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan, efek samping penggunaan obat
- Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
- Observasi dan catat masukan makanan pasien
- Timbang berat badan tiap hari
- Berikan makanan sedikit dan frekuensi yang sering
- Observasi mual, muntah
- Bantu dan berikan hygiene mulut yang baik
Kolaborasi
- Konsul pada ahli gizi
- Berikan obat sesuai dengan indikasi misalnya vitamin dan mineral suplemen
- Berikan suplemen nutrisi
• Diagnosa 4 Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan jumlah makanan, perubahan proses pencernaan, efek samping penggunaan obat
- Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah
- Kaji bunyi usus 7
- Beri cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung
- Hindari makan berbentuk gas
Kolaborasi
- Konsul ahli gizi untuk pemberian diet seimbang
- Beri laktasif
- Beri obat anti diare
EVALUASI
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
1) Infeksi tidak terjadi.
2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3) Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
4) Peningkatan perfusi jaringan.
5) Dapat mempertahankan integritas kulit.
6) Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
7) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
1) Infeksi tidak terjadi.
2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3) Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
4) Peningkatan perfusi jaringan.
5) Dapat mempertahankan integritas kulit.
6) Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
7) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
DIC (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION)
KONSEP TEORI
Disseminated
Intravascular Coagulation adalah suatu gangguan dimana terjadi koagulasi atau
fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang malignansi,
tetapi yang paling umum berkaitan dengan malignansi hematologi seperti leukemia
dan kanker prostat, traktus GI dan paru-paru. Proses penyakit tertentu yang
umumnya tampak pada pasien kanker dapat juga mencetuskan DIC termasuk sepsis,
gagal hepar dan anfilaksis.
Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang biasanya
dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Pada saat yang bersamaan,
terjadi pemakaian trombosit dan protein dari faktor-faktor pembekuan sehingga
jumlah faktor pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan.
ETIOLOGI
Beragam penyakit dapat menyebabkan DIC, dan secara umum melalui salah satu
dari dua mekanisme berikut.
1. Respon inflamsi sitemik, menyebabkan
aktivasi jaringan sitokin dan selanjutnya mengaktivasi proses koagulasi (cth:
sepsis atau trauma mayor)
2. Pelepasan atau
paparan materi prokoagulan ke dalam aliran darah ( cth: pada kanker, injury
otak atau kasus obstetrik)
Pada situasi tertentu, dapat muncul kedua manifestasi tersebut (cth: trauma
mayor atau pankretitis nekrotik).
1. Penyebab DIC akut :
Infeksi :
Malignansi :
Obstetri :
Trauma :
Tranfusi :
Lain-lain :
|
bakteri (sepsis
gram negatif, infeksi gram positif, rickettsia)
virus (cth: HIV,
CMV, varicella-zoster virus, dan hepatitis virus)
jamur (cth:
histoplasma)
parasit (cth:
malaria)
Hematologi (cth:
acute myelocytic leukemia)
Metastase (cth:
mucin-secreting adenocarcinoma)
Abrupsio plasenta
Emboli cairan
amnion
Fatty liver akut
pada kehamilan
Ekslampsia
Luka bakar
Kecelakaan
bermotor
Keracunan bisa
ular
Reaksi hemolitik
tranfusi
Penyakit liver/
gagal hati akut
Pelaralatan
prosthetic
Alat bantu
ventrikel
|
2. Penyebab DIC kronis
:
Malignansi :
Obstetrik :
Hematologi :
Vaskular :
Kardiovaskular :
Inflamsi :
DIC
terlokalisir :
|
Tumor padat
Leukemia
Sindrom fetus mati
dalam kandungan
Penahanan produk
konsepsi
Sindrom
myeloprolifferative
Rheumatoid
arthritis
Raynaud disease
Infark miokard
Kolitis ulseratif
Crohn disease
Sarkoidosis
Aneurisma aorta
Kassabach-merrit
syndrom
Penolakan
allograft ginjal akut
|
Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:
1. Wanita yang telah menjalani pembedahan
kandungan atau persalinan disertai komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke
dalam aliran darah.
2. Penderita infeksi berat, dimana bakteri
melepaskan endotoksin (suatu zat yang menyebabkan terjadinya aktivasi
pembekuan)
3. Penderita leukemia tertentu atau penderita
kanker lambung, pankreas maupun prostat.
Sedangkan orang - orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk
menderita DIC:
1. Penderita cedera
kepala yang hebat
2. Pria yang telah
menjalani pembedahan prostate
3. Terkena gigitan ular
berbisa
PATOFISIOLOGI
Meliputi 4 mekanisme yang terjadi secara
simultan :
1.
Pergerakan thrombin yang dimediasi oleh TF
2. Disfungi
mekanisme fisiologis antikoagulan sehingga tidak effektif mengimbangi
pergerakan thrombin.
3.
Kerusakan penbersihan fibrin karena depresi sistem fibronolitik.
4.
Aktivasi inflamasi.
Pada prinsipnya DIC dapat dikenali jika terdapat aktivasi sistem pembekuan
darah secara sistemik. Trombosit yang menurun terus menerus, komponen fibrin
bebas yang terus berkurang, disertai tanda-tanda perdarahan merupakan tanda
dasar yang mengarah curiga DIC. Karena dipicu penyakit/trauma berat, akan
terjadi aktivasi pembekuan darah, terbentuk fibrin dan deposisi dalam pembuluh
darah, sehingga menyebabkan trombus mikrovaskular pada berbagai organ yang
mengarah pada kegagalan fungsi berbagai organ. Akibat koagulasi protein dan
platelet tersebut, akan terjadi komplikasi perdarahan. Karena terdapat deposisi
fibrin, secara otomatis tubuh akan mengaktivasi sistem fibrinolitik yang
menyebabkan terjadi bekuan intravaskular. Dalam sebagian kasus, terjadinya
fibrinolisis (akibat pemakaian alfa2-antiplasmin) juga justru dapat menyebabkan
perdarahan. Karenanya, pasien dengan DIC dapat terjadi trombosis sekaligus
perdarahan dalam waktu yang bersamaan, keadaan ini cukup menyulitkan untuk
dikenali dan ditatalaksana. Pengendapan fibrin pada DIC terjadi dengan
mekanisme yang cukup kompleks. Jalur utamanya terdiri dari dua macam :
Pertama, pembentukan trombin dengan perantara faktor pembekuan darah.
Kedua, terdapat disfungsi fisiologis antikoagulan, misalnya pada sistem
antitrombin dan sistem protein C, yang membuat pembentukan trombin secara
terus-menerus.
Sebenarnya ada juga jalur ketiga, yakni terdapat depresi sistem
fibrinolitik sehingga menyebabkan gangguan fibrinolisis, akibatnya endapan
fibrin menumpuk di pembuluh darah. Sistem-sistem yang tidak berfungsi secara
normal ini disebabkan oleh tingginya kadar inhibitor fibrinolitik PAI-1.
Seperti yang tersebut di atas, pada beberapa kasus DIC dapat terjadi
peningkatan aktivitas fibrinolitik yang menyebabkan perdarahan.
DIC terjadi karena kelainan produksi faktor pembekuan darah. Karena banyak
sekali kemungkinan gangguan produksi faktor pembekuan darah, banyak pula
penyakit yang akhirnya dapat menyebabkan kelainan ini. Garis start jalur pembekuan
darah ialah tersedianya protrombin (diproduksi di hati) kemudian diaktivasi
oleh faktor-faktor pembekuan darah, sampai garis akhir terbentuknya trombin
sebagai tanda telah terjadi pembekuan darah. Pembentukan trombin dapat
dideteksi saat tiga hingga lima jam setelah terjadinya bakteremia atau
endotoksemia melalui mekanisme antigen-antibodi. Faktor koagulasi yang relatif
mayor untuk dikenal ialah sistem VIIa yang memulai pembentukan trombin, jalur
ini dikenal dengan nama jalur ekstrinsik. Aktivasi pembekuan darah sangat
dikendalikan oleh faktor-faktor itu sendiri, terutama pada jalur ekstrinsik.
Jalur intrinsik tidak terlalu memegang peranan penting dalam pembentukan
trombin. Faktor pembekuan darah itu sendiri berasal dari sel-sel mononuklear
dan sel-sel endotelial. Sebagian penelitian juga mengungkapkan bahwa faktor ini
dihasilkan juga dari sel-sel polimorfonuklear. Kelainan fungsi jalur-jalur
alami pembekuan darah yang mengatur aktivasi faktor-faktor pembekuan darah
dapat melipatgandakan pembentukan trombin dan ikut andil dalam membentuk
fibrin. Kadar inhibitor trombin, antitrombin III, terdeteksi menurun di plasma
pasien DIC. Penurunan kadar ini disebabkan kombinasi dari konsumsi pada
pembentukan trombin, degradasi oleh enzim elastasi, sebuah substansi yang
dilepaskan oleh netrofil yang teraktivasi serta sintesis yang abnormal.
Besarnya kadar antitrombin III pada pasien DIC berhubungan dengan peningkatan
mortalitas pasien tersebut. Antitrombin III yang rendah juga diduga berperan
sebagai biang keladi terjadinya DIC hingga mencapai gagal organ. Berkaitan
dengan rendahnya kadar antitrombin III, dapat pula terjadi depresi sistem
protein C sebagai antikoagulasi alamiah. Kelainan jalur protein C ini
disebabkan down regulation trombomodulin akibat sitokin proinflamatori dari
sel-sel endotelial, misalnya tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan
interleukin 1b (IL-1b). Keadaan ini dibarengi rendahnya zimogen pembentuk
protein C akan menyebabkan total protein C menjadi sangat rendah, sehingga
bekuan darah akan terus menumpuk. Berbagai penelitian pada hewan (tikus) telah
menunjukkan bahwa protein C berperan penting dalam morbiditas dan mortalitas
DIC. Selain antitrombin III dan protein C, terdapat pula senyawa alamiah yang
memang berfungsi menghambat pembentukan faktor-faktor pembekuan darah. Senyawa
ini dinamakan tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Kerja senyawa ini memblok
pembentukan faktor pembekuan (bukan memblok jalur pembekuan itu sendiri),
sehingga kadar senyawa ini dalam plasma sangatlah keci. Pada penelitian dengan
menambahkan TFPI rekombinan ke dalam plasma, sehingga kadar TFPI dalam tubuh
jadi meningkat dari angka normal, ternyata akan menurunkan mortalitas akibat
infeksi dan inflamasi sistemik. Tidak banyak pengaruh senyawa ini pada DIC,
namun sebagai senyawa yang mempengaruhi faktor pembekuan darah, TFPI dapat
dijadikan bahan pertimbangan terapi DIC dan kelainan koagulasi di masa depan.
Pada keadaan aktivasi koagulasi maksimal, saat itu sistem fibrinolisis akan
berhenti, karenanya endapan fibrin akan terus menumpuk di pembuluh darah. Namun
pada keadaan bakteremia atau endotoksemia, sel-sel endotel akan menghasilkan
Plasminogen Activator Inhibitor tipe 1 (PAI-1). Pada kasus DIC yang umum,
kelainan sistem fibrinolisis alami (dengan antitrombin III, protein C, dan
aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan
terus menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya
DIC akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe adenokasrsinoma
(mis. Kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih
ditemukan di mana-mana serta perdarahan tetap berlangsung. Ketiga patofisiologi
tersebut menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh darah, trombosit akan
menurun drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat
menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian.
Jalur inflamasi dan koagulasi berinteraksi dengan cara saling menguatkan.
Terjadi komunikasi silang antara dua sistem tersebut, dimana inflamasi
menigkatkan aktivasi arus clotting dan dan hasil koagulasi sehingga merangsang
aktivitas inflamsi menjadi lebih hebat. Terdapat beragam pemicu berbeda yang
dapat menyebabkan ketidakseimbangan hemostatis yang dapat meningkatkan tingkat
kemampuan koagulasi. Banyak faktor koagulasi teraktivasi yang diproduksi oleh
DIC berkontribusi dalam memicu inflamasi dengan cara menstimulus pelepasan sel
sitokin proinflamasi oleh sel endeotel,faktor Xa, trombin, dan komplek TF-VIIa
terbukti menimbulkan efek proinflamsi.
MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi klinis dari sindrom ini beragam dan bergantung pada system
organ yang terlibat dalam thrombus/infark atau episode perdarahan. Biasanya
terdapat riwayat perdarahan pada gusi dan sistem GI. Pada fase akut biasanya
muncul peteki dan ekimosis serta perdarahan pada penusukan vena dan kateter.
Pada post operasi, perdarahan bisa terjadi pada sekitar tempat pembedahan,
drain dan trakeostomi. DIC kronis bisa menimbulkan sedikit gejala, seperti
mudah memar, perdarahan lama dari tempat tusukan pungsi vena, perdarahan gusi,
dan perdarahan gastrointestinal lambat, atau tidak ada gejala yang tidak dapat
diamati.
Gambaran utama pada pasien DIC berupa : perdarahan (64%), disfungsi ginjal
(25%), disfungsi hepar (19%), disfungsi pernafasan (16%), shock (14%), dan
disfungsi sistem syaraf pusat (2%).
Manifestasi klinis dapat berupa:
1. Sirkulasi : tanda
perdarahan spontan mengancam nyawa, tanda perdarahan sub akut, tanda trombosi difus atau terlokalisir,
perdarahaan ke lubang serous.
2. Sistem syaraf pusat:
perubahan kesadaran non spesifik atau stupor, defisit neurologis.
3. Kardivaskular:
hipotensi, takikardi, kolaps sirkulasi
4. Respirasi: pleural
friction rub, tanda ARDS.
5. Gastrointestinal:
hematomesis, hematochezia.
6. Genitourinarius:
azotemia atau gagal ginjal, hematuria, oliguria, metrorrhagia, perdarahan
uterine.
7. Dermatologis: peteki, jaundice, purpura,
bula hemoragik, akrosianosis, nekrosis kulit ekstremitas bawah, infark
terlokalisir atau gangren, perdarahan di tempat penusukan atau hematom
subkutandalam, trombosis.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
DIC adalah suatu kondisi yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk
didiagnosa. Tidak ada single test yang digunakan untuk mendiagnosa DIC. Dalam
beberapa kasus, beberapa tes yang berbeda digunakan untuk diagnose yang akurat.
Tes yang dapat digunakan untul mendiagnosa DIC termasuk:
1. D-dimer
Tes darah ini membantu menentukan proses pembekuan darah dengan mengukur
fibrin yang dilepaskan. D-dimer pada orang yang mempunyai kelainan biasanya
lebih tinggi dibanding dengan keadaan normal.
2. Prothrimbin Time
(PTT)
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan
dalam proses pembekuan darah. Sedikitnya ada belasan protein darah, atau factor
pembekuan yang diperlukan untuk membekukan darah dan menghentikan pendarahan.
Prothrombin atau factor II adalah salah satu dari factor pembekuan yang
dihasilkan oleh hati. PTT yang memanjang dapat digunakan sebagai tanda dari
DIC.
3. Fibrinogen
Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa banyak fibrinogen dalam
darah. Fibrinogen adalah protein yang mempunyai peran dalam proses pembekuan
darah. Tingkat fibrinogen yang rendah dapat menjadi tanda DIC. Hal ini terjadi
ketika tubuh menggunakan fibrinogen lebih cepat dari yang diproduksi.
4. Complete Blood
Count (CBC)
CBC merupakan pengambilan sampel darah dan menghitung jumlah sel darah
merah dan sel darah putih. Hasil pemeriksaan CBC tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosa DIC, namun dapat memberikan informasi seorang tenaga medis untuk
menegakkan diagnose.
5. Hapusan Darah
Pada tes ini, tetes darah adalah di oleskan pada slide dan diwarna dengan
pewarna khusus. Slide ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop jumlah, ukuran
dan bentuk sel darah merah, sel darah putih,dan platelet dapat di identifikasi.
Sel darah sering terlihat rusak dan tidak normal pada pasien dengan DIC.
Skor Tes
Pembekuan
Scoring system
untuk DIC diajukan oleh ISTH
(International
Society on thrombosis and Hemostasis)
|
||||
Skor atau Skala
|
0
|
1
|
2
|
3
|
Jumlah Platelet
(x109/L)
|
>100
|
<100
|
<50
|
|
PT (detik)
|
<3
|
>3
but
<6
|
≥6
|
|
Fibrinogen(g/L)
|
>1
|
<1
|
||
Fibrin-related
markers*
(meningkat)
|
Tidak
meningkat
|
Meningkat
sedang
|
Peningkatan
yang tajam
|
|
TOTAL
|
Jika ≥5, overt
DIC- tes diulang setiap hari.
Jika <5,
non-overt DIC – tes diulang 1-2 hari setelah tes pertama dilakukan.
|
|||
*jalan pintas
dari penilaian fibrin yang berhubungan dengan
penanda yang
ditegakkan untuk tes spesifik.
|
||||
(diadaptasi dari
Franchini, et al., 2006, 6)
|
PENATALAKSANAAN
Penatalakasanaan DIC yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari
terjadinya DIC. Jika hal ini tidak dilakukan , pengobatan terhadap KID tidak
akan berhasil. Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat
diberikan.
1. Antikogulan
Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses
pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski
pemberian heparin juga banyak diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan, namun
dalam penelitian klinik pada pasien DIC, heparin tidak menunjukkan komplikasi
perdarahan yang signifikan. Dosis heparin yang diberikan adalah 300 – 500 u/jam
dalam infus kontinu.
Indikasi:
a. Penyakit dasar tak
dapat diatasi dalam waktu singkat.
b. Terjadi perdarahan
meski penyakit dasar sudah diatasi.
c. Terdapat tanda-tanda
trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati, sindroma gagal nafas.
Dosis:
100iu/kgBB bolus
dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu, dosis selanjutnya
disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol. Low molecular weight
heparin dapat menggantikan unfractionated heparin.
2. Plasma dan trombosit
Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif. Trombosit
diberikan hanya kepada pasien DIC dengan perdarahan atau pada prosedur invasive
dengan kecenderungan perdarahan. Pemberian plasma juga patut dipertimbangkan,
karena di dalam plasma hanya berisi faktor-faktor pembekuan tertentu saja,
sementara pada pasien DIC terjadi gangguan seluruh faktor pembekuan.
3. Penghambat pembekuan
(AT III)
Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan
ini cukup mahal. Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70%
.
Dosis:
Dosis awal 3000 iu
(50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infus kontinu selama 3 – 5
hari.
Rumus:
1. 1 iu x BB (kg) x
Δ AT III, dengan target AT III > 120%
2. Δ AT III x 0,6 x
BB (kg), dengan target AT III > 125%
4. Obat-obat
antifibrinolitik
Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi pada
pasien DIC pemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena obat ini akan
menghambat proses fibrinolisis sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin
bertambah, akibatnya DIC yang terjadi akan semakin berat. Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk DIC selain
mengobati penyakit yang mendasarinya, misalnya jika karena infeksi, maka bom
antibiotik diperlukan untuk fase akut, sedangkan jika karena komplikasi
obstetrik, maka janin harus dilahirkan secepatnya. Transfusi trombosit dan
komponen plasma hanya diberikan jika keadaan pasien sudah sangat buruk dengan
trombositopenia berat dengan perdarahan masif, memerlukan tindakan invasif,
atau memiliki risiko komplikasi perdarahan. Terbatasnya syarat transfusi ini
berdasarkan pemikiran bahwa menambahkan komponen darah relatif mirip menyiram
bensin dalam api kebakaran, namun pendapat ini tidak terlalu kuat, mengingat
akan terjadinya hiperfibrinolisis jika koagulasi sudah maksimal. Sesudah
keadaan ini merupakan masa yang tepat untuk memberi trombosit dan komponen
plasma, untuk memperbaiki kondisi perdarahan. Satu-satunya terapi medikamentosa
yang dipakai ialah pemberian antitrombosis, yakni heparin. Obat kuno ini tetap
diberikan untuk meningkatkan aktivitas antitrombin III dan mencegah konversi
fibrinogen menjadi fibrin. Obat ini tidak bisa melisis endapan koagulasi, namun
hanya bisa mencegah terjadinya trombogenesis lebih lanjut. Heparin juga mampu
mencegah reakumulasi clot setelah terjadi fibrinolisis spontan. Dengan dosis
dewasa normal heparin drip 4-5 U/kg/jam IV infus kontinu, pemberian heparin
harus dipantau minimal setiap empat jam dengan dosis yang disesuaikan. Bolus
heparin 80 U tidak terlalu sering dipakai dan tidak menjadi saran khusus pada
jurnal-jurnal hematologi. Namun pada keadaan akut pemberian bolus dapat menjadi
pilihan yang bijak dan rasional. Apalagi ancaman DIC cukup serius, yakni
menyebabkan kematian hingga dua kali lipat dari risiko penyakit tersebut tanpa
DIC. Semakin parah kondisi DIC, semakin besar pula risiko kematian yang harus
dihadapi.
KONSEP ASKEP
PENGKAJIAN
a. Adanya faktor-faktor predisposisi:
- Septicemia (penyebab paling umum)
- Komplikasi obstetric
- SPSD (sindrom distress pernafasan dewasa)
- Luka bakar berat dan luas
- Neoplasia
- Gigitan ular
- Penyakit hepar
- Trauma
b. Pemeriksaan fisik:
1) Perdarahan abnormal pada semua system dan
pada sisi prosedur invatif
a) Kulit dan mukosa
membrane
b) Perembesan difusi darah atau plasma
c) Purpura yang teraba
pada awalnya di dada dan abdomen
d) Bula hemoragi
e) Hemoragi subkutan
f) Hematoma
g) Luka bakar karena
plester sianosis akral ( estrimitas berwarna agak kebiruan, abu –abu, atau ungu
gelap )
2) Sistem GI
a) Mual dan muntah
b) Uji guayak positif
pada emesis atau aspirasi
c) Nasogastrik dan
feses
d) Nyeri hebat pada
abdomen
e) Peningkatan lingkar
abdomen
3) Sistem ginjal
a) Hematuria
b) Oliguria
4) Sistem pernafasan
a) Dispnea
b) Takipnea
c) Sputum mengandung
darah
5) Sistem kardiovaskuler
a) Hipotensi meningkat
dan postural
b) Frekuensi jantung
meningkat
c) Nadi perifer tidak
teraba
6) Sistem saraf perifer
a) Perubahan tingkat
kesadaran
b) Gelisah
c) Ketidaksadaran
vasomotor
7) Sistem muskuloskeletal
a) Nyeri :
otot,sendi,punggung
b) Perdarahan sampai
hemoragi
8) Kehamilan
a) Insisi operasi
b) Uterus post partum
c) Fundus mata
perubahan visual
d) Pada sisi prosedur
invasif : suntikan, IV, kateter arteral dan selang nasogastrik atau dada, dll.
9) Kerusakan perfusi jaringan
a) Serebral :
perubahan pada sensorium, gelisah, kacau mental, sakit kepala
b) Ginjal : penurunan
pengeluaran urin
c) Paru : dispnea dan
orthopnea
d) Kulit :
akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercak sianosis pada lengan perifer dan
kaki )
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi
jaringan berhubungan dengan hemoragi sekunder.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan
denganmeningkatnya tingkat ansietas dan adanya pembekuan darah.
c. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
d. Defisit volume cairan yang berhubungan
dengan hemoragi perebesan darah dan tepat fungsi kongesti jaringan
danperlambatan volume darah bersirkulasi.
e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas
kulit yang berhubungan dengan keadaan syok, hemoragi, kongesti jaringan dan
penurunan perfusi jaringan.
f. Ansietas berhubungan dengan rasa takut mati
karena perdarahan, kehilangan beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis
yang diderita
INTERVENSI
KEPERAWATAN
a. Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi terhadap
perubahan perfusi jaringan berhubungandengan hemoragi sekunder.
Hasil yang diharapkan:
1) Menunjukan tidak
ada manifestasi syok
2) Menunjukan pasien
tetap sadar dan berorientasi
3) Menunjukan tidak
ada lagi perdarahan
4) Menunjukan
nilai-nilai laboraturium normal
No
|
Intervensi
|
1
|
Pantau hasil
pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital, dan perubahan sisi baru dan
potensial.
|
2
|
Mulai kewaspadaan
pendarahan
a. Kewaspadaan
apabila ada resiko terhadap perdarahan (jumlah trobosit kurang dari 50.000/CU
mm23)
1) Tempatkan tanda “kewaspadaan perdarahan”
di atas tempat tidur klien, sehingga petugas perawatan kesehatan lainnya
mengetahui adanya kewaspadaan terhadap perdarahan.
2) Pertahanan semua
sisi fungsi selama 5 menit.
3) Pantau hasil
pemeriksaan koagulasi.
4) Berikan transfuse darah seperti yang
diminta dan sesuai dengan penatalaksanaan medis.
5) Instruksikan
klien untuk menghindari aktivitas fisik berlebih.
6) Tes gualak untuk
semua feses dan muntahan terhadap darah.
7) Inspeksi urine
terhadap hematuria nyata.
8) Periksa warna dan
konsistensi feses.
9) Inspeksi kulit,
rongga oral dan konjungtiva setiap hari dan catat luasnya ptekie dan memar
bila ada.
10) Gunakan pencukur jenggot listrik sebagai
pengganti pisau cukur.
11) Gunakan sikat gigi berbulu halus untuk
menyikat gigi.
12) Hindari pengukuran suhu rektal dan
tindakan enema.
13) Hindari aspirin dan berbagai produk yang
mengandung aspirin.
14) Instruksikan klien untuk berjalan dengan
menggunakan alas kaki.
15) Selama menstruasi, catat jumlah pembalut
yang digunakan.
b. Kewaspadaan bila ada resiko terhadap
hemoragi spontan (jumlah trombosit kurang dari 20.000/CU mm23).
1) Tempatkan tanda
“kewaspadaan perdarahan” di atas tempat tidur klien, sehingga petugas
kesehatan lainnya mengetahui adanya kewaspadaan terhadap perdarahan.
2) Berikan pelunak
feses (bila tes Guaiak negative).
3) Instruksikan
klien untuk menghindari meniup atau batuk keras.
4) Pertahankan tirah baring klien untuk
menghindari trauma yang tidak diinginkan.
5) Pertahankan posisi kepala, tempat tidur
ditinggikan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan resiko terjadinya
hemoragi intrakranial.
6) Pantau tanda vital, warna kulit dan suhu,
nadi pedalis, status mental, dan bunyi paru setiap 4 jam.
7) Setiap 2-4 jam, anjurkan klien membalik
badan, napas dalam dan latihan gerak perlahan.
8) Gunakan kumur perawatan mulut, sebagai
pengganti sikat gigi.
9) Hindari penggunaan pencuci mulut
komersial. Gunakan larutan salin atau campuran natrium bikarbonat dan
hydrogen peroksida.
10) Pertahankan pelumas atau pelembab kulit
dengan lotion.
|
b. Diagnosa keperawatan : Gangguan pertukaran
gas berhubungan dengan meningkatnya tingkat ansietas dan adanya pembekuan
darah.
Hasil yang diharapkan : Kebutuhan oksigen klien
terpenuhi
No
|
Intervensi
|
1
|
Posisikan klien
agar ventilasi udara efektif.
|
2
|
Berikan oksigen
dan pantau responnya.
|
3
|
Lakukan pengkajian
pernapasan dengan sering.
|
4
|
Kurangi kebutuhan
oksigen dengan mengurangi aktivitas yang berlebih.
|
5
|
Kendalikan
stimulus dari lingkungan.
|
c. Diagnosa keperawatan : Nyeri berhubungan
dengan trauma jaringan
Hasil yang diharapkan : Rasa nyeri yang dialami klien
berkurang
No
|
Intervensi
|
1
|
Kaji lokasi,
kualitas dan intensitas nyeri, gunakan skala tingkat nyeri.
|
2
|
Baringkan klien pada
posisi yang nyaman, berikan penyangga bantal untuk mencegah tekanan pada
bagian-bagian tubuh tertentu.
|
3
|
Bantu memberikan
perawatan ketika klien mengalami perdarahan hebat atau rasa tidak nyaman.
|
4
|
Pertahankan
lingkungan yang
nyaman.
|
5
|
Berikan waktu
istirahat yang cukup, buat jadwal aktivitas dan pemeriksaan diagnostik, bila
memungkinkan, sesuaikan dengan toleransi klien.
|
6
|
Bantu klien dengan
pilihan tindakan yang nyaman seperti musik, imajinasi atau distraksi lainnya.
|
7
|
Berikan analgesik
sesuai order dokter dan kaji kefektifannya.
|
d. Diagnosa keperawatan : Defisit volume cairan
yang berhubungan dengan hemoragi, perembesan darah pada tempat puncti, kongesti
jaringan dan perlambatan sirkulasi volume darah.
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan status
hemodinamik yang adekuat.
No
|
Intervensi
|
1
|
Kaji tanda-tanda
vital setiap 1 jam.
|
2
|
Kaji dan pantau
jantung terhadap frekuensi dan irama jantung.
|
3
|
Evaluasi
pengeluaran urin setiap jam (jumlah dan berat jenis).
|
4
|
Kaji bunyi napas
setiap 1 jam.
|
5
|
Kaji kualitas dan
keberadaan nadi perifer setiap 4 jam.
|
6
|
Pertahankan
masukan dan pengeluaran yang akurat.
|
7
|
Berikan cairan IV,
sesuai intruksi.
|
8
|
Berikan
produk-produk darah sesuai intruksi.
|
9
|
Evaluasi
nilai-nilai hasi laboraturium Hb, Ht, Na, K, Cl, PT, PTT, jumlah platelet
produk solit fibri, fibrinogen dan masa pembekuan.
|
10
|
Pertahankan tirah
baring.
|
e. Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi
terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan keadaan syok,
hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan.
Hasil yang diharapkan : Kulit akan tetap utuh, tanpa
ada bagian yang mengalami memar atau lecet.
No
|
Intervensi
|
1
|
Kaji semua
permukaan kulit setiap 4 jam.
|
2
|
Angkat, periksa,
dan gantikan semua balutan yang menekan, setiap 4-8 jam sesuai intruksi.
|
3
|
Atur posisi pasien
setiap 2 jam
|
4
|
Evaluasi semua
keluhan.
|
5
|
Periksa jumlah SDP
terhadap potensi infeksi.
|
6
|
Beri obat sesuai
intruksi, untuk memberi rasa nyaman.
|
7
|
Hindari fungsi
berlebihan untuk keperluan pemeriksaan laboraturium, gunakan aliran arterial
atau akses IV pada pembuluh besar untuk pengambilan darah.
|
8
|
Gunakan bantalan
restrain yang empuk jika diperlukan.
|
9
|
Untuk keamanan,
bantu semua gerakan untuk turun dari tempat tidur.
|
10
|
Lakukan hygiene
oral tiap 4 jam.
|
11
|
Kaji semua
orificium terhadap adanya hemoragi atau memar.
|
f. Diagnosa keperawatan : Ansietas berhubungan dengan
rasa takut mati karena perdarahan, kehilangan beberapa aspek kemandirian karena
penyakit kronis yang diderita
Hasil yang diharapkan :
1) Klien menunjukan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat
dapat ditangani.
2) Klien menyatakan kesadaran ansietas dan cara sehat menerimanya.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Catat petunjuk
perilaku, misalnya gelisah, peka rangsang, kurang kontak mata, perilaku
menarik perhatian.
|
Indikator derajat
ansietas/stress misalnya pasien merasa tidak dapat terkontrol di rumah, kerja
atau masalah. Stress dapat gangguan fisik juga reaksi lain.
|
2
|
Dorong menyatakan
perasaan, beri umpan balik.
|
Membuat hubungan
terapeutik, membantu klien mengidentifikasi penyebab stress.
|
3
|
Akui bahwa masalah
ansietas dan masalah mirip dengan diekspresikan orang lain, tingkatkan
perhatian mendengarkan klien.
|
Validasi bahwa
perasaan normal dapat membantu menurunkan stress.
|
4
|
Berikan informasi
yang adekuat dan nyata tentang apa yang akan dilakukan, misalnya tirah
baring, pembatasan masukan per oral dan prosedur tindakan yang lain.
|
Keterlibatan klien
dalam perencanaan keperawatan memberikan rasa control dan membantu menurunkan
ansietas.
|
5
|
Berikan lingkungan
yang tenang untuk istirahat.
|
Memindahkan klien
dari stress luar, meningkatkan relaksasi, dan membantu menurunkan ansietas.
|
6
|
Dorong klien atau
orang terdekat untuk menyakan perhatian.
|
Tindakan dukungan
dapat membantu klien untuk meringankan energi untuk dituangkan pada
penyembuhan.
|
7
|
Bantu klien untuk
mengidentifikasi perilaku koping yang dilakukan pada masa lalu.
|
Perilaku yang
berhasil dapat dikuatkan pada penerimaan masalah atau stress saat ini,
meningkatkan rasa kontrol diri klien.
|
8
|
Bantu klien
belajar mekanisme koping paru, misalnya teknik mengatasi stress dan
keterampilan berorganisasi.
|
Belajar cara untuk
mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stress, meningkatkan
kontrol penyakit.
|
9
|
Kolaborasi
a. Berikan obat
sesuai indikasi sedatif, misalnya barbiturat, agen antiansientas dan
diazepam.
b. Rujuk pada
perawat spesialis, pelayanan sosial atau penasehat agama.
|
Dapat digunakan untuk
menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat.
Dibutuhkan bantuan
untuk meningkatkan kontrol dan eksaserbasi.
|
EVALUASI
a. Tidak ada manifestasi syok
b. Pasien tetap sadar dan berorirentasi
c. Tidak ada lagi perdarahan
d. Nilai-nilai laboraturium normal
e. Klien tidak merasa sesak lagi
f. Klien mengatakan rasa nyerinya berkurang
g. Kebutuhan volume cairan terpenuhi
h. Integritas kulit terjaga
i. Klien menunjukan rileks dan melaporkan penurunan
ansietas sampai tingkat dapat ditangani.
j. Klien menyatakan kesadaran ansietas dan cara sehat
menerimanya.
k. Ekspresi wajah klien menunjukan rileks, perasaan gugup
dan cemas berkurang.
l. Menunjukan pemahaman tentang rencana
terapeutik.
m. Klien ikut berpartisipasi dalam perawatan
dirinya.
PURPURA TROMBOSITOPENIA IDIOPATIK
(PTI = IDIOPATHIC TROMBOCYTOPENIC PURPURA/ITP)
KONSEP DASAR
Purpura Trombositopenia Idiopatik
(PTI = Idiopathic Trombocytopenic Purpura/ITP) ialah suatu keadaan
perdarahan berupa ptekie atau ekimosis di kulit ataupun selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah
trombosit karena sebab yang tidak diketahui. PTI merupakan kelainan autoimun
dimana autoantibodi IgGdibentuk untuk mengikat trombosit. Tidak jelas apakah
antigen pada permukaan trombosit dibentuk.
Meskipun antibodi antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit
tidak rusak oleh lisis langsung. Insidens tersering pada usia 20-50 tahun dan
lebih sering pada wanita dibanding laki-laki (2:1). PTI pada anak yang
tersering terjadi antara umur 2-8 tahun, lebih sering pada wanita.
ETIOLOGI
Penyebab
pasti belum diketahui. Kemungkinan akibat hiperslenisme, infeksi virus,
intoksikasi makanan atau obat (asetosal, para amino salisilat/PAS,
fenilbutazon, diamoks, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis
(radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (malnutrisi), KID dan autoimun.
MANIFESTASI KLINIS
PTI
banyak terjadi pada masa anak-anak, tersering dipresipitasi oleh infeksi virus
dan biasanya dapat sembuh sendiri. Sebaliknya pada orang dewasa, biasanya
menjadi kronik dan jarang mengikuti suatu infeksi virus. Klien secara umum
tampak baik dan tidak demam. Keluhan yang dapat ditemukan adalah perdarahan mukosa dan kulit.
Perdarahan yang paling umum terjadi adalah epistaksis, perdarahan mulut,
menoragia, purpura dan ptekie. Pada pemeriksaan fisik terlihat klien dalam
keadaan baik dan tidak terdapat penemuan abnormal lain, selain yang berhubungan
dengan perdarahan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan trombosit <10.000/ml. Hitung jenis lain
normal, kecuali kadang-kadang dapat terjadi anemia ringan yang disebabkan oleh
perdarahan atau berhubungan dengan hemolisis. Pemeriksaan morfologi sel darah
normal, kecuali trombosit yang agak membesar(megakariosit). Megakariosit ini
merupakan trombosit yang dihasilkan sebagai respon dari destruksi
trombosit. Leukosit biasanya normal, dapat terjadi leukositosis ringan dengan
pergeseran ke kiri bila terdapat perdarahan hebat. Pada keadaan yang lama dapat
ditemukan limfositosis relatif dan leukopenia ringan. Pada pemeriksaan sumsum
tulang terlihat normal dengan jumlah megakariosit normal atau meningkat dengan
maturation arrest pada stadium megakariosit. Teskoagulasi terlihat mendekati
normal. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi bekuan
abnormal, prothrombin consumption time memendek. Test Rumple-Leed positif.
PENATALAKSANAAN
1.
Pada klien anak
a.
PTI akut
• Pada yang ringan hanya dilakukan observasi
tanpa pengobatan karena dapat sembuh secara spontan
• Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan
jumlah trombosit belum naik, berikan kortikosteroid
• Pada trombositopenia akibat DIC dapat
diberikan heparin intravena. Pada pemberian heparin sebaiknya selalu disiapkan
antidotum yaitu protamin sulfat
• Bila keadaan sangat gawat (terjadi
perdarahan otak atau saluran cerna), berikan transfusi suspensi trombosit
b.
PTI menahun/kronis
• Kortikosteroid diberikan selama 6 bulan :
prednison 2-5 mg/kgBB/hari peroral
• Immunosupresan : 6-merkaptopurin 2,5-5
mg/kgBB/hari
peroral ;
azatioprin 2-4 mg/kgBB/hari
peroral ; siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari
peroral
• Splenektomi, bila : resistensi setelah
pemberian kombinasi kortikosteroid dan obat imunosupresif selama 2-3 bulan,
remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja
dengan gambaran klinis sedang sampai berat, atau klien menunjukkan respons terhadap kortikosteroid namun
memerlukan dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik
tanpa perdarahan
2.
Pada klien dewasa
Beberapa
klien PTI mengalami remisi spontan dan sebagian besar akan memerlukan
pengobatan. Pengobatan inisial dengan prednison 1-2 mg/kgBB. Prednison bekerja
pertamakali dengan menurunkan afinitas makrofag dari limfa untuk antibody-coated trombosit.terapi dosis tinggi
prednison juga dapat menurunkan ikatan antibody pada permukaan trombosit dan
terapi jangka panjang dapat menurunkan produksi antibody. Perdarahan seringkali berkurang dalam
1 hari setelah awal penggunaanprednison.
Efek ini berperan dalam mempertahankan stabilitas vaskuler. Hitung trombosit
biasanya akan meningkat dalam 1 minggu dan respons pengobatan sebagian besar
selalu tampak dalam 3 minggu.
Splenektomi merupakan terapi defenitif bagi PTI dewasa. Splenektomi
diindikasikan bila klien tidak berespon pada pemberian prednison dosis awal
atau dosis tinggi untuk mempertahankan hitung trombosit yang
adekuat.Splenektomi dapat tetap aman meskipun hitung trombosit < 10.000/ml.
Sekitar 80% dari klien
splenektomi akan mengalami remisi baik parsial atau sempurna.
Imunoglobulin dosis tinggi iv (400 mg/kgBB) selama 3-5 hari, mempunyai efektivitas tinggi (90%) dalam
meningkatkan hitung trombosit dengan cepat, yaitu 1-5 minggu. Namun
imunoglobulin harus diberikan pada situasi gawat darurat seperti
persiapan operasi pada klien
dengan trombositopenia berat. o Pada
klien yang gagal, baik pada terapi prednison/splenektomi, dapat digunakan
Danazol 600 mg/hari yang telah
berespons terhadap 50% kasus. Imunosupresif
seperti vinkristin, infus
vinblastin, azatioprin dan siklofosfamid dapat digunakan pada kasus-kasus
refrakter. Transfusi trombosit, jarang diberikan pada pengobatan PTI. Transfusi
hanya diberikan pada kasus-kasus
perdarahan berat yang mengancam jiwa untuk mempertahankan kemantapan
hemostasis.
PROGNOSIS
Prognosis
untuk remisi baik. Perhatian utama selama fase inisial adalah dapat terjadi hemoragik serebral,
yang beresiko bila mana hitung trombosit < 5.000/ml. Pada penyakit yang
kronik, dimana tidak berespons terhadap prednison dan splenektomi, biasanya
klien memerlukan penatalaksanaan
lanjutan.
KONSEP ASKEP
PENGKAJIAN
Kemungkinan
data yang didapatkan pada klien dengan penyakit trombositopenia antara lain :
o Perdarahan ringan sampai berat pada kulit
(mudah memar, ptekie, ekimosis), epistaksis, pedarahan gusi (bula berisidarah),
muntah berwarna hitam kopi atau hematemesis, sputum dengan darah, hematuria,
tes guaiak positif, menstruasi banyak, serebral
(sakit kepala, bicara kacau,
malaise), ekstremitas kebas dan nyeri
o Riwayat perdarahan dalam keluarga
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DAN INTERVENSI
1.
Perubahan perlindungan (proteksi) berhubungan dengan abnormal profil darah
(trombositopenia)
Tujuan
: perubahan perlindungan/proteksi dapat diatasi atau proteksi tubuh adekuat
kembali
Kriteria:
tanda vital dalam batas normal, tidak ada bukti perdarahan atau memar pada
kulit, pemeriksaan urine dan feses menunjukkan perdarahan negatif, sistem
pernafasan dan neurologi tidak menunjukkan tanda perdarahan
Rencana
tindakan :
• Pertahankan tirah baring bila terjadi
perdarahan
• Pantau vital sign setiap jam
• Kaji status neurologis setiap 2-4 jam
sekali
• Periksa urine dan feses terhadap
perdarahan setiap hari
• Kaji kulit dan membran mukosa terhadap
perdarahan setiap 4-8 jam
• Pantau hasil pemeriksaan laboratorium
• Lakukan perawatan dengan teknik aseptik
dan antiseptik pada luka atau pada sisi pungsi
• Hindari trauma untuk mencegah perdarahan
• Gunakan handuk dan pakaian yang lembut
untuk mandi, hindari perawatan kulit yang kasar
• Berikan transfusi darah trombosit bila
diindikasikan
• Berikan
terapi kortikosteoid dan terapi imunosupresif sesuai indikasi
• Hindari penggunaan antihistamin,
fenotiazin, aspirin, dan agen antiimflamasi nonsteroid pada PTI
• Siapkan plasmaferesis bila diperlukan
• Siapkan untuk splenektomi bila
diindikasikan
2.
Perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan cedera fisik ditandai dengan
bula yang berisi darah
Tujuan
: membran mukosa oral dapat dipertahankan dalam kondisi normal dengan kriteria
tidak terdapat bula di rongga mulut, klien mendapatkan diet dan cairan
seimbang, BB klien dalam batas nilai ideal
Rencana
tindakan :
• Kaji integritas membran mukosa setiap 4
jam
• Berikan higienis oral dengan hati-hati
sebelum dan setelah makan setiap 2-4 jam
• Pertahankan diet yang disukai atau sesuai
dengan indikasi, hindari makanan yang sukar untuk dikunyah untuk meminimalkan
resiko trauma
• Berikan cairan sesuai indikasi sampai 2500
ml setiap hari kecuali ada kontraindikasi
• Ukur masukan dan haluaran setiap 8 jam
• Timbang BB klien setiap hari dengan
pakaian dan timbangan yang sama
3.
Nyeri berhubungan dengan agen fisik yang diakibatkan dari tekanan saraf
sekunder terhadap perdarahan
Tujuan
: nyeri hilang atau terkontrol dengan kriteria klien dapat melaksanakan
aktifitas tanpa nyeri atau tanpa rasa tidak nyaman, wajah dan postur tetap
rileks
Rencana
tindakan :
• Kaji nyeri meliputi lokasi, durasi,
intensitas (gunakan skala nyeri), dan faktor predisposisi setiap 4-6 jam
• Berikan posisi klien senyaman mungkin
• Siapkan tempat tidur yang dapat diatur
untuk mencegah kontriksi oleh pakaian tidur
• Berikan
aplikasi dingin atau hangat sesuai dengan keinginan klien dan bila tidak
ada kontraindikasi
• Letakkan benda-benda dalam jangkauan klien
• Gunakan tindakan penghilang rasa nyeri,
seperti relaksasi, terapi musik, panduan imajinasi, sentuhan dsb.
• Batasi pengunjung
• Pantau efektifitas analgesik bila
diberikan
4.
Kurang pengetahuan klien tentang proses penyakit, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurang mendapatkan informasi mengenai proses penyakit,
nutrisi, aktifitas dan pengobatan
Tujuan
: pengetahuan klien dan keluarga
bertambah dengan kriteria klien atau keluarga mengungkapkan pemahaman tentang
perawatan dirumah dan instruksi tindak lanjut, mendemonstrasikan metoda untuk
mendeteksi adanya perdarahan termasuk pemeriksaan feses dan urine, mendemonstrasikan higiene oral dan
tindakan perawatan kulit
Rencana
tindakan :
• Proses penyakit
o
Demonstrasikan metode untuk mengkaji perdarahan
o
Bicarakan tanda dan gejala kekambuhan untuk dilaporkan pada dokter, seperti
sakit kepada yang berkepanjangan, batuk dengan sputum berdarah, nyeri abdomen
menetap, muntah darah segar atau hitam kopi, peningkatan area ptekie atau
ekimosis, bula yang dipenuhi darah pada rongga mulut, darah pada urine atau
feses
o
Peragakan metode pemeriksaan darah dalam urine dan feses
o
Anjurkan klien untuk memberitahu dokter bila berencana untuk hamil atau bila
diduga hamil
o
Ingatkan klien untuk tidak mendonorkan darahnya
o
Jelaskan perlunya untuk menghidari trauma dengan menghindari konstipasi, benda-benda
yang dapat menimbulkan perdarahan,
menggunakan produk perawatan kulit dan mulut yang non-abrasi
• Nutrisi
o
Jelaskan pentingnya higiene oral yang teratur
o
Jelaskan pentingnya mempertahankan diet seimbang dengan hidrasi adekuat
• Aktifitas
o
Jelaskan pentingnya untuk menyeimbangkan waktu aktifitas dengan istirahat
o
Gunakan alat bantu bila diperlukan untuk mencegah trauma
• Obat-obatan
o
Ajarkan tentang nama obat-obatan, dosis, waktupemberian, tujuan dan efek
samping
o
Ajarkan bagaimana cara membaca isi dari obat-obatan yang dijual bebas,
menghindarkan obat-obatan yang mengandung asam asetilsalisilat (antihistamin, fenotiazin atau angen
antiimflamasi nonsteroid pada PTI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar