DEFINISI
Kolelitiasis (Batu Empedu) merupakan endapan
satu atau lebih komponen empedu seperti kolesterol, bilirubin, garam empedu,
kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid. (Price, 2005, hlm 502).
Kolelitiasis adalah batu yang terdapat di
saluran empedu utama atau di duktus koledokus (koledokolitiasis), di saluran
sistikus (sistikokolitiasis) jarang sekali di temukan dan biasanya bersamaan
dengan batu di dalam kandung empedu, dan di saluran empedu intrahepatal atau
hepatolitiasis. (Hadi Sujono, 2002 hlm 778).
Batu empedu pada umumnya di temukan di dalam
kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus
ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan di sebut sebagai batu
saluran empedu sekunder. (Sudoyo, dkk., 2006, hlm 479 ).
Kolelitiasis merupakan batu saluran empedu,
kebanyakan terbentuk di dalam kandung empedu itu sendiri. Unsur pokok utamanya
adalah kolesterol dan pigmen, dan sering mengandung campuran komponen empedu.
Manifestasi batu empedu timbul bila batu bermigrasi dan menyumbat duktus
koledukus. (Ester, 2001, hlm 211).
Batu empedu adalah batu yang berbentuk
lingkaran dan oval yang di temukan pada saluran empedu. Batu empedu ini
mengandung kolesterol, kalsium bikarbonat, kalsium bilirubinat atau gabungan
dari elemen-elemen tersebut. (Grace,
Pierce. dkk, 2006, hlm 121).
ETIOLOGI
Menurut Mansjoer (2006) terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan Kolelitiasis yaitu: diantara jenis kelamin, umur, berat
badan, makanan, faktor genetik, aktifitas fisik dan infeksi. Berikut ini akan
dijelaskan tentang faktor-faktor penyebab Kolelitiasis, antara lain:
·
Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena
Kolelitiasis dibandingkan dengan pria, ini dikarenakan oleh hormon Estrogen
berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolestrol oleh kandung empedu,
penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (Estrogen) dapat meningkatkan
kolestrol dalam kandung empedu dan penurunan aktifitas pengosongan kandung
empedu.
·
Umur
Resiko untuk terkena Kolelitiasis meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda.
·
Berat Badan
Orang dengan berat badan tinggi mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi Kolelitiasis, ini dikarenakan dengan tingginya Body Mass
Index (BMI) maka kadar kolestrol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung
empedu
·
Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan
penurunan kontraksi kandung empedu
·
Faktor Genetik
Orang dengan riwayat keluarga Kolelitiasis mempunyai
resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga
·
Aktifitas Fisik
Kekurangan aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan
resiko terjadinya Kolelitiasis, ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi
·
Infeksi
Bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu, mucus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau
bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi
Menurut Mansjoer Arif (2001, hlm. 510)
”Beberapa faktor resiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur,
hormon wanita, infeksi (kolesistitis), kegemukan, paritas, serta faktor
genetik. Terjadinya batu kolesterol adalah akibat gangguan hati yang
mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya di atas nilai kritis
kelarutan kolesterol dalam empedu”.
Menurut Price, (2005, hlm. 502) “Penyebab batu
empedu masih belum di ketahui sepenuhnya, akan tetapi tampaknya faktor
predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya
perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu”.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan
merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu. Statis empedu dalam
kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi
kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu, atau
spasme sfingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya statis. Faktor
hormonal (terutama selama kehamilan) dapat di kaitkan dengan perlambatan
pengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompok
ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat
berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan
unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi. Akan tetapi,
infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari terbentuknya batu
empedu, di bandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu
ANATOMI FISIOLOGI
1) Anatomi Empedu
Kandung empedu adalah kantong berbentuk buah
pear yang terletak pada permukaan visceral hepar. Kantung empedu dibagi menjadi
fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah
pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior
abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan
permukaan visceral hati dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum
dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk
bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.
Peritoneum mengelilingi kandung empedu dengan sempurna menghubungkan corpus dan
collum dengan permukaan visceral hati.
2) Fisiologi Empedu
Kandung empedu berperan sebagai resevoir
empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Kandung empedu mempunyai kemampuan
memekatkan empedu. Untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan –
lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak
seperti sarang tawon. Sel - sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak
mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di
dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang
terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari
hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk
duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat
cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.
MANIFESTASI KLINIK
1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat
oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi.
Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien
dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan
atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya
disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi
besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan
persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung
empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran
oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh
dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini
menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien
melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu
ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang
tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering
disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal
akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh
pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored
”.
4. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu juga akan
mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier
berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan
sendawa
Kolelitiasis dapat terjadi
dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko
yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
·
Jenis kelamin
Wanita
mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan
eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar
esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil
kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam
kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
·
Usia
Resiko untuk terkena
kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan
usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
·
Berat
Badan (BMI)
Orang dengan
Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
·
Makanan
Intake
rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
·
Riwayat
Keluarga
Orang dengan riwayat keluarga
kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat
keluarga.
·
Aktifitas
Fisik
Kurangnya aktifitas fisik
berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin
disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
·
Penyakit Usus Halus
Penyakit yang dilaporkan
berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan
ileus paralitik.
·
Nutrisi
Intravena Jangka Lama
Nutrisi
intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.
Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
PATOFISIOLOGI
Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan
salah satu dari keempat anion ini adalah bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam
lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu.
Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin
tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil
tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari
bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak
larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan
bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang
terjadi.
Mekanisme batu pigmen
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu
↓
Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil
tranferase
↓
Presipitasi / pengendapan
↓
Berbentuk batu empedu
↓
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus
dikeluarkan dengan jalan
operasi
Batu
kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan
empedu dan berpengaruh dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak
larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan
lesitin (fosfolipid).
PENATALAKSANAAN
a)
Non Bedah, yaitu :
·
Therapi
Konservatif
- Pendukung diit : Cairan rendah
lemak
- Cairan Infus : menjaga kestabilan
asupan cairan
- Analgetik : meringankan rasa nyeri
yang timbul akibat gejala penyakit
- Antibiotik :
mencegah adanya infeksi pada saluran kemih
- Istirahat
·
Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat
digunakan untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun
dari kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu
kolesterol pada pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah.
Batu-batu ini terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat
dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu
empedu tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya
berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu
berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3
bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu
larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun , dalam
hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
·
Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat
diaduk kedalam susu skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat
menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang
yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan
seperti telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang berlemak,
sayuran yang membentuk gasserta alkohol harus dihindari. Penatalaksanaan diet
merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi
terhadap makanan berlemak dan mengeluarkan gejala gastrointestinal ringan.
·
Extracorporeal
Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Prosedur
nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated shock wafes) yang
diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau doktus koledokus
dengan maksud untuk mencegah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan
dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelelektrik, atau oleh
muatan elektromagnetik. Energy ini di salurkan ke dalam tubuh lewat redaman air
atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut
diarahkan kepada batu empedu yang akan dipecah.Setelah batu dipecah secara
bertahap, pecahannya akan bergeraj spontan dikandung empedu atau doktus
koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau
asam empedu yang diberikan peroral.
·
Litotripsi Intrakorporeal.
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam
kandung empedu atau doktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang
ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada
endoskop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis
dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti
dengan pengangkatan kandung empedu melalui luka insisi atau laparoskopi. Jika
kandung empedu tidak di angkat, sebuah drain dapat dipasang selama 7 hari.
b) Pembedahan
1. Cholesistektomy
Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan
atas indikasi cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang
tidak sembuh dengan tindakan konservatif .
Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy :
- Meningkatkan pemahaman klien dan
keluarga tentang prosedur operasi.
- Meningkatkan kesehatan klien baik
fisik maupun psikologis
- Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga
tentang hal-hal yang akan dilakukan pada post operasi.
Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy
- Posisi semi Fowler
- Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan
lamanya
- Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri
2. Kolesistektomi
Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat
setelah arteri dan duktus sistikus diligasi. Kolesistektomi dilakukan
pada sebagian besar kasus kolesistis akut dan kronis. Sebuah drain (Penrose)
ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka
operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus dan getah empedu ke dalam
kasa absorben.
3. Minikolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan
kandung empedu lewat luka insisi selebar 4cm. kolesistektomi Laparoskopik (atau
endoskopik), dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui
dinding abdomen pada umbilicus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga
abdomen ditiup dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) umtuk membantu
pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen. Sebuah
endoskop serat optic dipasang melalui luka insisi umbilicus yang kecil.
Beberapa luka tusukan atau insisi kecil tambahan dibuat pada dinding abdomen
untuk memasukkan instrumen bedah lainnya ke dalam bidang operasi.
4. Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada
duktus koledokus untuk mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya
dipasang sebuah kateter ke dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu
sampai edema mereda. Keteter ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas.
Kandung empedu biasanya juga mengandung batu, dan umumnya koledokostomi
dilakukan bersama-sama kolesistektomi.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita kolelitiasis:
a. Asimtomatik.
b. Obstruksi duktus sistikus.
c. Kolik bilier.
d.Kolesistitis akut.
a) Empiem.
b) Perikolesistitis.
c) Perforasi.
e.Kolesistitis kronis.
a) Hidrop
kandung empedu.
b) Empiema kandung
empedu.
c) Fistel
kolesistoenterik.
d) Ileus batu
empedu (gallstone ileus).
PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register,
diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
2. Identitas Penanggung
Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk
memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.
3. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh
klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah
nyeri abdomen pada kuadran kanan atas.
4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama
melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh
klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi
yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan
Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah klien pernah dirawat atau diobati sebelumnya dengan
penyakit yang sama.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji pola makan kebiasaan keluarga yang kurang baik seperti
menyimpan dan menyiapkan makanan, pola diet, pola sanitasi yang kurang (cuci
tangan) dan pola memasak makanan.
5. Pemeriksaan Fisik
a) Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
c) Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses
Tanda : Distensi abdomen.
d) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia,mual.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
e) Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri abdomen
atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan. Kolik epigastrium tengah
sehubungan dengan makan.
Tanda :Nyeri lepas, otot
tegang atau kaku biala kuadran kanan atas ditekan; tanda murphy positif.
f) Keamanan
Tanda :Ikterik, dengan
kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).Kecenderungan perdarahan (kekurangan
vitamin K).
g) Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala : Kecenderungan
keluarga untuk terjadi batu empedu.Adanya kehamilan/melahirkan; riwayat DM,
penyakit inflamasi usus, diskrasias darah.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama
dirawat: 3,4 hari.
Rencana
pemulangan:Memerlukan dukungan dalam perubahan diet/penurunan berat badan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
- Ultrasonografi digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis kolelitiasis dan membedakan antara obstruktif dan non obstruktif ikterus (Ignatavicius, 1991).
- Pemeriksaan diagnostik tambahan menurut LeMone, 2000, yaitu:
- Darah lengkap : Menunjukkan WBC (sel darah putih) tinggi akibat infeksi dan peradangan
- Kadar bilirubin serum diukur untuk memastikan obstruksi adanya dalam sistem saluran empedu
- X-ray perut, yang disebut plat datar, dilakukan untuk batu yang divisualisasikan ke layar monitor.
- Kolesistogram oral dilakukan dalam situasi darurat.
- Gallbladder nonacute scan, juga disebut HIDA scan, dilakukan melalui teknik kedokteran nuklir untuk menilai kolesistitis akut
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut b.d agen injuri fisik
(obstruksi,proses pembedahan).
2) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh b.d ketidakmampuan untuk ingesti dan absorpsi.
3) Resiko defisit volume cairan b.d kehilangan cairan
berlebihan (mual,muntah,drainase selan yang berlebihan)
INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 :
Nyeri akut b.d agen injuri fisik (obstruksi,proses
pembedahan).
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Kriteria hasil :
Melaporkan nyeri
berkurang
Menunjukkan
keterampilan relaksasi mempertahankan ekspresi yang rileks.
Intervensi :
1. Observasi dan catat
lokasi, beratnya (skala0-10) dan karakter nyeri (menetap, hilang timbul,
kolik).
Rasional:
Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan
informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya
komplikasi, dan keefektifan intervensi
2. Dorong menggunakan teknik
relaksasi, contoh bimbingan imajinasi, visualisasi, latihan napas dalam.
Rasional:
Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat
meningkatkan koping.
3. Tingkatkan
tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
Rasional:
Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen.
DX II :
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
b.d ketidakmampuan untuk ingesti dan absorpsi
Intervensi
1. Pertahankan masukan dan haluaran
akurat,perhatikan haluaran kurang dari masukan, peningkatan berat jenis
urine.Kaji membrane mukosa/kulit, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
Rasional :
Memberikan informasi tentang
status cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
2. Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya
mual/muntah, kram abdomen, kelemahan, kejang ringan, kecepatan jantung tak teratur,
parestesia, hipoaktif atau tak adanya bising usus, depresi pernapasan.
Rasional:
Muntah berkepanjangn, aspirasi
gaster, dan pembatasan pemasukan oral dapat menimbulkan deficit natrium, kalium
dan klorida.
DX III :
Resiko defisit volume cairan b.d kehilangan cairan
berlebihan (mual,muntah,drainase selan yang berlebihan)
Intervensi
1. Kaji distensi abdomen, sering bertahak,
berhati-hati,menolak bergerak.
Rasional:
Tanda non-verbal
ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan
pencernaan, nyeri gas.
2. Perkirakan/hitung pemasukan kalori juga komentar
tentang napsu makan sampai minimal.
Rasional :
Mengidentifikasi
kekurangan/kebutuhan nutrisi. Berfokus pada masalah membuat suasana negative
dan mempengaruhi masukan.
3. Berikan suasana menyenangkan pada saat makan,
hilangkan rangsangan berbau.
Rasional :
Untuk meningkatkan napsu
makan/menurunkan mual
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah fase ketika perawat melakukan proses
asuhan keperawatan yang sesuai dengan tujuan yang spesifik.
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah fase akhir proses keperawatan. Evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP.
S : Respon subjektif klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data
subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah
baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil
analisa respon klien
Tidak ada komentar:
Posting Komentar