Rabu, 25 November 2015

INFARK MIOKARD



                     BAB 3 INFARK MIOKARD

Description: 20141124212611.jpgKONSEP TEORI
Infark Miokard Akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu ( Mansjoer, 1999). Menurut Wita dkk ( 1994 ) IMA adalah iskemia menetap dan nekrosis miokard karena penurunan perfusi. Penurunan perfusi ini disebabkan karena adanya aterosklerosis arteri koronaria dan trombosis intrakoroner.
Infark Miokard adalah suatu keadaan infark atau nekrosis otot jantung karena kurangnya suplai darah dan oksigen pada miokard ( ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard) ( Udijanti, 2010)

ETIOLOGI
Menurut Udijanti (2010 ) Infark Miokard Akut disebabkan oleh  :
a.  Coronary Arteri Disease
Aterosklerosis, atritis, trauma pada koroner, penyempitan arteri koroner karena spasme atau desecting aorta dan arteri koroner.
b. Coronory Artery Emboly
Infectif endocarditis, cardiac myxoma, cardiopulmonal bypass surgery, arteriography koroner
c.  Kelainan kongenital : anomali arteri koronoria
d. Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard
Tiroktoksikosis, hipotensi kronis, keracunan karbon monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta
e.  Gangguan Hematologi
Anemia, polisitemia vera, hipercoagulabity, trombosis, trombositosis dan DIC

PATOFISIOLOGI
Infark miokard akut merupakan suatu proses nekrosis miokard yang dicetuskan oleh sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan ini paling banyak disebabkan karena trombus yang terbentuk akibat proses disrupsi atau erosi plak aterosklerosis. Apabila plak aterosklerosis tidak stabil maka akan mengalami erosi. Erosi plak ini kemudian akan menimbulkan aktivasi dan agregasi trombosit, pengaktivasian jalur koagulasi dan vasokonstriksi endotel. Hal ini akan memicu terbentuknya trombus dan oklusi arteri koroner. Penyebab lain selain aterosklerosis yang dapat menyebabkan sumbatan atau hambatan aliran darah koroner berupa spasme pembuluh darah, emboli koroner, dll.
Sumbatan koroner yang terjadi kemudian akan diikuti dengan penurunan suplai oksigen ke otot jantung. Penurunan suplai yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akan menimbulkan iskemia. Iskemia yang timbul pada otot jantung kemudian akan memicu metabolisme anaerob. Apabila terjadi metabolisme anaerob, maka sejumlah ATP akan terdegradasi menjadi adenosin monophosphat (AMP) dan akumulasi asam laktat. Terbentuknya AMP ini akan menimbulkan stimulasi pada reseptor alpha-1 pada ujung saraf jantung yang kemudian menimbulkan perasaan nyeri. Sedangkan asam laktat yang terbentuk akan terdisosiasi menjadi laktat dan asam (H+). Peningkatan jumlah asam seiring dengan peningkatan asam laktat akan menimbulkan kebocoran saluran kalsium (Ca – channel) yang dapat memicu kelelahan (musle fatigue).
 Apabila proses iskemia berlangsung lebih lama, maka otot jantung akan mengalami nekrosis sehingga terjadilah infark miokard akut. Infark pada miokard ini akan menyebabkan kontraksi miokard akan menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru – paru. Bendungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru. Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik untuk mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer. Selain itu, penurunan aliran darah ke otak juga dapat terjadi. Hal ini akan menyebabkan hipoksia serebral yang berujung pada penurunan kesadaran.
Description: G:\infark miokard\Nurse   Adi Nurjayana  ASKEP MEDIKAL BEDAH_files\Picture1.jpg 

























Jadi, patofisiologi infark miokard beserta komplikasinya sangat tergantung  pada luas serta tempat infark terjadi pada otot jantung
GEJALA KLINIS
Menurut Wita (1994) Pecetus IMA biasanya berupa : kerja, olahraga, operasi, makan banyak, udara dingin dan marah. Gejala yang dapat muncul seperti :
1.      Infark Miokard memiliki karakteristik nyeri spesifik ( didahului angina tak stabil : 20 – 40 % ) yang berlangsung lebih dari 30 menit. Nyeri dada dirasakan pada daerah retrosternal, seperti diremas – remas, ditekan, ditusuk, dan ditindih benda berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan, bahu, leher, rahang, bahkan ke pinggang dan epigastrium.
2.      Gangguan saraf otonom : berupa rangsangan parasimpatik pada infark inferior yaitu perasaan mual, muntah, diare, cegukan (hiccup), kadang – kadang sinkop. Rangsangan simpatis seperti : berdebar-debar, cemas dan tachicardia.

PEMERIKSAAN FISIK
            Hasil pemeriksaan fisik dapat bervariasi tergantung berat dan lokasi terjadinya infark. Tanda vital dapat menunjukkan hipotensi atau hipertensi. Pada pemeriksaan umum dapat ditemukan diaphoresis, kulit pucat dan dingin, takikardia, dan suara jantung keempat (S4). Tanda – tanda gagal jantung juga bisa terlihat apabila infark ini berkembang menjadi gagal jantung. Pada pemeriksaan dapat ditemukan terdengarnya S3 (  irama gallop ), ronkhi paru, oedema extremitas dan peningkatan JVP.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.   Elektrokardiografi
Pada elektrokardiogram ditemukan elevasi segmen S-T dengan atau tanpa disertai terbentuknya gelombang Q patologis.
2.   Laboratorium
        a.   Enzim jantung :
1.   Peningkatan kadar kreatinin kinase miokard (CK-MB). Peningkatan ini terjadi
     dalam 3-12 jam dari onset nyeri dada dan mencapai puncaknya dalam 24 jam.
2.   Peningkatan kadar Troponin jantung (Troponin-T dan Troponin-I). Peningkatan terjadi dalam 3-12 jam dari onset nyeri dada dan mencapai puncaknya dalam 24-48  jam.
3.   Peningkatan kadar LDH dalam 12-24 jam, memuncak dalam 12-48 jam, dan memakan waktu yang lama untuk kembali normal.
b.   AST ( aspartat amonitransferase ) meningkat terjadi dalam 6-12 jam,memuncak dalam 24 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
c.    Elektrolit : hiperkalemia/hipokalemia
d.   Sel darah putih  : leukosit 10.000-20.000, biasanya tampak pada hari kedua setelah IMA sehubungan dengan proses inflamasi.
e.    Kolesterol meningkat
4.      Radiologi
Tidak banyak membantu diagnosis IMA tetapi berguna untuk mendeteksi adanya bendungan paru (gagal jantung), kadang dapat ditemukan kardiomegali.
a.    Ekokardiografi
Dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan sistolik dinding jantung yang menurun. Dapat mendeteksi daerah dan luasnya kerusakan miokard, adanya penyulit seperti anerisma ventrikel, trombus, ruptur muskulus papilaris atau korda tendinea, ruptur septum, tamponade akibat ruptur jantung, pseudoaneurisma jantung.
b.   Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan/sumbatan arteri koroner. Menurut WHO (dalam Wita 1994), kriteria klinis diagnosis  IMA ditegakkan bila terdapat 2 dari 3 kriteria ini :
1.      Nyeri dada yang spesifik selama 30 menit
2.      Kelainan EKG spesifik berupa : peningkatan segmen ST, gelombang Q patologis, T terbalik.
3.      Peningkatan enzim serum (> 2 kali) : CK-MB,LDH,trrnponin 1 dan SGOT

PENATALAKSANAAN
1.  Terapi Konvensional
Bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.
 a. Medikamentosa
    1) Oksigen 2 – 4 L lewat masker
    2) Anti-Iskemia
a.    Vasodilator (Nitrat/Nitrogliserin) 400 mcg SL atau 5 – 10 mcg/min IV infusion dititrasi 10 % sesuai perbaikan klinis. Vasodilator dapat meningkatkan suplai oksigen ke daerah iskemik dengan dilatasi pembuluh epikardial dan kolateral.
b.    Analgetik (Mophine sulfate) 2 – 5 mg dosis IV dapat diulangi tiap 5 – 30 menit. Memberikan perasaan tenang dan nyaman dan efek sedasi untuk menekan nyeri.
c.    Beta bloker (Metoprolol) 5 mg IV slow infusion dalam 1 – 2 menit. Obat ini membentu menekan ventrikel ektopi dan mengurangi kebutuhan oksigen miokard secara sekunter terhadapefek inotropik.
3)  Antithrombotik
4)    Antiplatelet (mencegah agregasi platelet)
a)    Aspirin/ASA dengan dorsis awal 160 – 325 mg nonenteric formula yang dilanjutkan dengan 75 – 160 mg/hari.
b)   Clopidogrel (PLAVIX ™) dengan loading dose 300 mg diikuti dengan 75 mg/hari.Terapi dapat dikombinasikan antara clopidogrel dengan aspirin.
(1)    Enoxaparin (Lovenox) 1 mg/kg SC tiap 12 jam. Dosis awal 30 mg IV bolus.
(2)    Heparin (UFH) bolus 60 – 70 U/kg IV.
c)   Thrombolytics (untuk reperfusi awal)
(1)    Tissue Plasminogen Activator (t-PA) 15 mg IV bolus awal diikuti
dengan 50 mg IV 30 menit kemudian, dan 35 mg IV dalam jam berikutnya.
(2)    Streptokinase (Streptase) 15 juta IU dalam 50 cc D5W IV dalam 60 menit
b.   Diet
Diet yang diberikan adalah NPO (nothing per oral) sampai kondisinya stabil. Diet rendah garam, rendah lemak dan kolesterol secara umum dianjurkan.
c.   Pembatasan aktivitas
Bed rest untuk mengurangi konsumsi oksigen sampai reperfusi atau terapi awal dilakukan dalam 24 – 48 jam.
2. Terapi Pembedahan (Untuk revaskularisasi)
a.       PTCA (percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty)
b.       CABS (Coronary Artery Bypass Surgery) atau CABG (Coronary Artery Graft Surgery)
c.       Coronary Atherectomy and Rotablator
d.      Laser Angioplasty




KONSEP ASKEP
PENGKAJIAN
1. Aktivitas
Gejala         :  Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
 Tanda        :  Takikardi, dispnea pada istirahat/ aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala         : Riwayat infark miokard, penyakit arteri koroner, gagal jantung  kongesif (GJK),                                       masalah TD, DM
Tanda        : TD dapat normal atau naik/ turun, perubahan postural dicatat  dari tidur sampai duduk/berdiri. nadi dapat normal, penuh/ takkuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi. bunyi jantung ekstra : S3 mungkin menunjukan gagal jantung/ penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel.  Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur.
3. Integritas ego
Gejala      : Takut mati, perasaan ajal sudah dekat, kuatir tentang keluarga.
Tanda      : cemas, kurang kontak mata, gelisah, fokus pada diri sendiri/ nyeri
4. Eliminasi 
Tanda      : Normal
5. Makanan/ cairan
Gejala      : Mual, kehilangan nafsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda      : Penurunan turgor kulit (kulit kering/berkeringat), perubahan  berat badan, muntah.
6. Higiene
Gejala/ tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan.
7. Neurosensori
Gejala         : Pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun
Tanda          : Perubahan mental, kelemahan.
8. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala        : Nyeri dada yang timbul mendadak, tidak hilang dengan istirahat
Tanda    : Wajah meringis, perubahan postur tubuh, merintih, kehilangan kontak mata,   perubahan irama jantung, TD , pernafasan, kesadaran.
9. Pernafasan
     Gejala      :  Dispnea dengan/ tanpa kerja, riwayat merokok, penyakit  pernafasan kronis.
 Tanda      :  Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak/ kuat, pucat.
10. Interaksi sosial
 Gejala      :  Kesulitan koping dengan stressor yang ada.
 Tanda      :  Kesulitan istirahat dengan tenang.
11. Penyuluhan/ pembelajaran
 Gejala    : Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit vaskuler  perifer , penggunaan tembakau.
Pertimbangan rencana pemulangan :menunjukan rata- rata lama dirawat 7 hari (2-4hari diICCU), perawatan dirumah.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu :
1.      Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard
2.      Penurunan curah jantung b/d peningkatan beban kerja ventikuler.
3.      Gangguan pertukaran gas b/d penurunan suplai darah paru
4.      Kelebihan volume cairan b/d peningkatan natrium/ retensi air
5.      Gangguan pola tidur b/d nyeri dada
6.      Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan

RENCANA KEPERAWATAN 
Dx 1: Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan nyeri pasien hilang/ terkontrol dengan kreteria evaluasi : menyatakan nyeri dada hilang/ terkontrol, menunjukan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak.
Rencana Tindakan:
1.      Pantau/catat karakteristik nyeri, laporan verbal, petunjuk non verbal, dan respon hemodinamik  (meringis, gelisah, berkeringat, mencengkram dada, nafas cepat, TD/ frekuensi jantung berubah )
Rasional:
Penampilan dan perilaku pasien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian. Kebanyakan pasien dengan IMA tampak sakit, distraksi, dan berfokus pada nyeri. Pernafasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri dan berhubungan dengan cemas.
2.       Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau nyeri MI. Diskusikan riwayat keluarga.
Rasional:
Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesui dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau perikarditis
3.      Bantu melakukan tekhnik relaksasi, misal nafas dalam, prilaku distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
Rasional:
Membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi, meningkatkan prilaku positif.
4.      Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas berlahan dan tindakan nyaman (sprei yang kering/tidak terlipat, gosokan punggung). Pendekatan pasien dengan tenang dan dengan percaya.
Rasional:
Menurunkan rangsangan eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi.
5.      Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional:
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokard dan juga mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan.
6.      Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
Rasional:
Pemberian obat – obatan nantinya akan dapat membantu mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman kepada klien. Obat – obat golongan vasodilator dapat membantu meningkatkan suplai oksigen ke daerah yang iskemik, sedangkan golongan beta bloker dan analgetik dapat membantu mengurangi kebutuhan oksigen miokard.

Dx 2: Penurunan curah jantung b/d peningkatan beban kerja ventikuler.
Tujuan:
Setelah diberi askep selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu mempertahankan stabilitas hemodinamik dengan kriteria evaluasi : TD, curah jantung dalam rentang normal, tidak adanya disritmia, melaporkan penurunan episode dispnea, angina, mendemontrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Rencana Tindakan:
1.      Auskultasi TD
Rasional:
Hipotensi dapat terjadi sehubungan dengan disfungsi ventrikel. Namun hipertensi juga fenomena umum, kemungkinan berhubungan dengan nyeri, cemas, pengeluaran katekolamin dan/ masalah vaskuler sebelumnya.
2.      Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi sesuai indikasi
Rasional:
Penurunan curah jantung mengakibatkan kelemahan/ menurunnya kekuatan nadi.
3.      Catat terjadinya S3
Rasional:
S3 biasanya dihubungkan dengan GJK tetapi juga terlihat pada adanya gagal mitral dan kelebihan kerja ventrikel kiri yang disertai infark berat.
4.      Auskultasi bunyi nafas dan pantau frekuensi jantung dan irama
Rasional:
Frekuensi dan irama jantung berespon terhadap obat dan aktivitas sesuai dengan terjadinya komplikasi/ disritmia, yang mempengaruhi fungsi jantung/ meningkatkan kerusakan iskemik.
5.      Catat respons terhadap aktivitas dan peningkatan istirahat yang tepat
Rasional:
Kelebihan latihan meningkatkan konsumsi/ kebutuhan oksigen dan mempengaruhi fungsi miokardia
6.      Berikan makanan kecil/ mudah dikunyah. Batasi asupan kafein
Rasional:
Makanan besar dapat meningkatkan kerja miokardia dan menyebabkan rangsangan vagal mengakibatkan bradikardial/ denyut ektopik. Kafein adalah perangsang langsung pada jantung yang dapat meningkatkan frekuensi jantung.
7.   Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional:
Meningkatkan jumlah sedian oksigen untuk kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan disritmia lanjut
8.      Kolaborasi dalam mengkaji ulang EKG
Rasional:
Memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan/ perbaikan infark, status fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit dan efek fungsi obat.
9.      Kolaborasi pemantauan data laboratorium (enzim jantung, GDA, elektrolit)
Rasional:
Enzim memantau perbaikan/ perluasan infark, adanya hipoksia menunjukan kebutuhan tambahan oksigen, keseimbangan elektrolit sangat besar berpengaruh irama jantung/ kontraktilitas.
10.  Kolaborasi pemberian obat antidisritmia sesuai indikasi.
Rasional:
Disritmia biasanya pada secara simtomatis kecuali untuk PVC, dimana sering mengancam secara profilaksi.

Dx 3: Gangguan pertukaran gas b/d penurunan suplai darah paru
Tujuan:
Setelah deberikan askep selama 3x24 jam dapat pasien menunjukan ventilasi yang adekuat, dengan kreteria evaluasi: GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12 -24x/mnt, bunyi nafas bersih, tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mnt,
Rencana Tindakan:
1.      Pantau frekuensi, irama, dan kedalaman. Catat ketidakteraturan pernafasan.
Rasional:
Respon pasien bervariasi. Kecepatan pernafasan mungkin dapat meningkat karena nyeri
2.      Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi tambahan
Rasional:
Adanya suara tambahan(ronchi) menandakan adanya transudasi cairan di jaringan paru (oedema paru) yang mengarah pada gagal jantung kongestif.
3.      Tinggikan kepala tempat tidur atau posisi semi fowler.
Rasional:
Merangsang fungsi pernafasan ekspansi paru. Efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru.
4.      Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional:
Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi.
5.      Kolaborasi pemberian diuretik
Rasional:
Membantu mengurangi terjadinya oedema paru

Dx 4: .    Kelebihan volume cairan b/d peningkatan natrium/ retensi air
Tujuan:
Setelah diberi askep selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat mempetahankn keseimbangan cairan dengan kriteria evaluasi : TD dalam batas normal, paru bersih, berat badan stabil.
Rencana Tindakan:
1.      Ukur masukan/haluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi.
Rasional:
Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan haluaran urin
2.      Timbang berat badan tiap hari
Rasional:
Perubahan berat badan yang tiba-tiba menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.
3.      Pertahankan pemaasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
Rasional: . 
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi memerlukan pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.
4.      Kolaborasi pemberian diet rendah natrium
Rasional: Natrium meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi
5.      Kolaborasi pemberian diuretik .
      Rasional: Diperlukan untuk memperbaiki kelebihan cairan

Dx 5: Gangguan pola tidur b/d nyeri dada.   
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan istirahat/tidur pasien terpenuhi dengan kreteria evaluasi : mampu tidur dengan nyaman, keluhan-keluhan berkurang/ hilang, jumlah jam tidur terpenuhi secara normal, wajah tampak segar.
Rencana Tindakan:
1.      Identifikasi pola tidur pasien sebelum masuk rumah sakit dan perubahan yang terjadi setelah dirawat.
Rasional:
Perubahan pola tidur dapat menyebabkan kecemasan yang dapat memicu nyeri dada dan meningkatkan konsumsi oksigen miokard.
2.      Berikan tempat tidur, posisi yang nyaman dan beberapa milik pribadi misal : bantal,  guling
Rasional:
Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/ psikologis
3.      Kurangi kebisingan dan lampu telalu terang.
Rasional:
Memberikan situasi kondusif untuk tidur
4.      Berikan tindakan untuk mengatasi untuk mengatasi faktor penyebab
Rasional:
Keluhan yang menggangu tidur harus dikelola untuk menunjang kebutuhan istirahat dan mengurangi oksigen miokard.
5.      Rencanakan tindakan keperawatan yang mengganggu istirahat tidur pasien.
Rasional:
Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun.
6.      Kolaborasi dlm pemberian sedatif,  sesuai indikasi
Rasional:
Obat sedatif dapat menurunkan kecemasan dan membantu untuk tidur.

Dx 6: Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat menunjukan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur/ maju dengan kriteria evaluasi : frekuensi jantung/ irama dalam batas normal, TD dlm batas normal, tidak adanya nyeri dada dalam rentang waktu selama pemberian obat.
Rencana Tindakan:
1.      Catat/dokumentasi frekuensi jantung, irama dan perubahan TD sebelum,selama, sesudah aktivitas sesuai indikasi.
      Rasional:
      Kecendrungan menentukan respon pasien tehadap aktivitas dan dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokard yang memerlukan penurunan tingkat aktivitas/kmbli tirah baring, perubahan program obat, penggunaan oksigen tambahan.
2.      Batasi aktivitas pada dasar nyeri/ respons hemodinamik, Berikan aktivitas sengga yang tidak berat.
      Rasional:
      Menurunkan kerja miokardia/ konsumsi oksigen, menurunkan resiko komplikasi.Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas
3.      Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas
      Rasional:
      Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.
4.      Kaji ulang tanda/ gejala yang menunjukan tidak toleran terhadap aktivitas/ memerlukan pelaporan pada perawat/dokter.
      Rasional:
      Palpitasi, nadi tak teratur, adanya nyeri dada, dapat mengindikasikan kebutuhan program olahraga/ obat.
5.      Kolaborasi dalam program rehabilitas jantung
      Rasional:
      Memberikan dukungan/ pengawasan tambahan berlanjut dan partisifasi proses penyembuhan dan kesejahtraan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar