BAB
3 INFARK MIOKARD
KONSEP TEORI
Infark Miokard
Akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu (
Mansjoer, 1999). Menurut Wita dkk ( 1994 ) IMA adalah iskemia menetap dan
nekrosis miokard karena penurunan perfusi. Penurunan perfusi ini disebabkan
karena adanya aterosklerosis arteri koronaria dan trombosis intrakoroner.
Infark Miokard
adalah suatu keadaan infark atau nekrosis otot jantung karena kurangnya suplai
darah dan oksigen pada miokard ( ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen miokard) ( Udijanti, 2010)
ETIOLOGI
Menurut Udijanti (2010 ) Infark Miokard
Akut disebabkan oleh :
a. Coronary Arteri
Disease
Aterosklerosis, atritis, trauma pada
koroner, penyempitan arteri koroner karena spasme atau desecting aorta dan
arteri koroner.
b. Coronory Artery
Emboly
Infectif endocarditis, cardiac myxoma,
cardiopulmonal bypass surgery, arteriography koroner
c. Kelainan kongenital
: anomali arteri koronoria
d. Ketidakseimbangan
suplai oksigen dan kebutuhan miokard
Tiroktoksikosis, hipotensi kronis,
keracunan karbon monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta
e. Gangguan
Hematologi
Anemia, polisitemia vera,
hipercoagulabity, trombosis, trombositosis dan DIC
PATOFISIOLOGI
Infark miokard
akut merupakan suatu proses nekrosis miokard yang dicetuskan oleh sumbatan pada
arteri koroner. Sumbatan ini paling banyak disebabkan karena trombus yang
terbentuk akibat proses disrupsi atau erosi plak aterosklerosis. Apabila plak
aterosklerosis tidak stabil maka akan mengalami erosi. Erosi plak ini kemudian
akan menimbulkan aktivasi dan agregasi trombosit, pengaktivasian jalur
koagulasi dan vasokonstriksi endotel. Hal ini akan memicu terbentuknya trombus
dan oklusi arteri koroner. Penyebab lain selain aterosklerosis yang dapat
menyebabkan sumbatan atau hambatan aliran darah koroner berupa spasme pembuluh
darah, emboli koroner, dll.
Sumbatan koroner
yang terjadi kemudian akan diikuti dengan penurunan suplai oksigen ke otot
jantung. Penurunan suplai yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan oksigen
miokard akan menimbulkan iskemia. Iskemia yang timbul pada otot jantung
kemudian akan memicu metabolisme anaerob. Apabila terjadi metabolisme anaerob,
maka sejumlah ATP akan terdegradasi menjadi adenosin monophosphat (AMP) dan
akumulasi asam laktat. Terbentuknya AMP ini akan menimbulkan stimulasi pada
reseptor alpha-1 pada ujung saraf jantung yang kemudian menimbulkan perasaan
nyeri. Sedangkan asam laktat yang terbentuk akan terdisosiasi menjadi laktat
dan asam (H+). Peningkatan jumlah asam seiring dengan peningkatan asam laktat
akan menimbulkan kebocoran saluran kalsium (Ca – channel) yang dapat memicu
kelelahan (musle fatigue).
Apabila proses iskemia berlangsung lebih lama,
maka otot jantung akan mengalami nekrosis sehingga terjadilah infark miokard
akut. Infark pada miokard ini akan menyebabkan kontraksi miokard akan menurun
dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan
stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan
kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah
ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini
disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan
venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan
darah di paru – paru. Bendungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke
jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya
akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru. Sedangkan apabila
curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan melakukan kompensasi
melalui perangsangan sistem adrenergik untuk mempertahankan curah jantung ke
arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi melakukan kompensasi,
maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran darah ke jaringan
berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu
retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini
akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan
atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume
cairan yang berujung pada oedema perifer. Selain itu, penurunan aliran darah ke
otak juga dapat terjadi. Hal ini akan menyebabkan hipoksia serebral yang
berujung pada penurunan kesadaran.
Jadi,
patofisiologi infark miokard beserta komplikasinya sangat tergantung pada luas serta tempat infark terjadi pada
otot jantung
GEJALA KLINIS
Menurut Wita
(1994) Pecetus IMA biasanya berupa : kerja, olahraga, operasi, makan banyak,
udara dingin dan marah. Gejala yang dapat muncul seperti :
1. Infark Miokard
memiliki karakteristik nyeri spesifik ( didahului angina tak stabil : 20 – 40 %
) yang berlangsung lebih dari 30 menit. Nyeri dada dirasakan pada daerah
retrosternal, seperti diremas – remas, ditekan, ditusuk, dan ditindih benda
berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan, bahu, leher, rahang, bahkan ke pinggang
dan epigastrium.
2. Gangguan saraf
otonom : berupa rangsangan parasimpatik pada infark inferior yaitu perasaan
mual, muntah, diare, cegukan (hiccup), kadang – kadang sinkop. Rangsangan
simpatis seperti : berdebar-debar, cemas dan tachicardia.
PEMERIKSAAN
FISIK
Hasil
pemeriksaan fisik dapat bervariasi tergantung berat dan lokasi terjadinya
infark. Tanda vital dapat menunjukkan hipotensi atau hipertensi. Pada
pemeriksaan umum dapat ditemukan diaphoresis, kulit pucat dan dingin,
takikardia, dan suara jantung keempat (S4). Tanda – tanda gagal jantung juga
bisa terlihat apabila infark ini berkembang menjadi gagal jantung. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan terdengarnya S3 (
irama gallop ), ronkhi paru, oedema extremitas dan peningkatan JVP.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1.
Elektrokardiografi
Pada
elektrokardiogram ditemukan elevasi segmen S-T dengan atau tanpa disertai
terbentuknya gelombang Q patologis.
2. Laboratorium
a. Enzim jantung :
1. Peningkatan
kadar kreatinin kinase miokard (CK-MB). Peningkatan ini terjadi
dalam 3-12 jam dari onset nyeri dada dan
mencapai puncaknya dalam 24 jam.
2.
Peningkatan kadar Troponin jantung
(Troponin-T dan Troponin-I). Peningkatan terjadi dalam 3-12 jam dari onset
nyeri dada dan mencapai puncaknya dalam 24-48
jam.
3.
Peningkatan kadar LDH dalam 12-24 jam,
memuncak dalam 12-48 jam, dan memakan waktu yang lama untuk kembali normal.
b.
AST ( aspartat amonitransferase )
meningkat terjadi dalam 6-12 jam,memuncak dalam 24 jam dan kembali normal dalam
3-4 hari.
c.
Elektrolit : hiperkalemia/hipokalemia
d.
Sel darah putih : leukosit 10.000-20.000, biasanya tampak
pada hari kedua setelah IMA sehubungan dengan proses inflamasi.
e.
Kolesterol meningkat
4.
Radiologi
Tidak banyak
membantu diagnosis IMA tetapi berguna untuk mendeteksi adanya bendungan paru
(gagal jantung), kadang dapat ditemukan kardiomegali.
a.
Ekokardiografi
Dapat tampak
kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan sistolik dinding jantung
yang menurun. Dapat mendeteksi daerah dan luasnya kerusakan miokard, adanya
penyulit seperti anerisma ventrikel, trombus, ruptur muskulus papilaris atau
korda tendinea, ruptur septum, tamponade akibat ruptur jantung, pseudoaneurisma
jantung.
b.
Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan/sumbatan
arteri koroner.
Menurut WHO
(dalam Wita 1994), kriteria klinis diagnosis
IMA ditegakkan bila terdapat 2 dari 3 kriteria ini :
1. Nyeri dada yang
spesifik selama 30 menit
2. Kelainan EKG
spesifik berupa : peningkatan segmen ST, gelombang Q patologis, T terbalik.
3. Peningkatan
enzim serum (> 2 kali) : CK-MB,LDH,trrnponin 1 dan SGOT
PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konvensional
Bertujuan mengurangi morbiditas dan
mencegah komplikasi.
a. Medikamentosa
1) Oksigen 2 – 4 L lewat masker
2) Anti-Iskemia
a. Vasodilator
(Nitrat/Nitrogliserin) 400 mcg SL atau 5 – 10 mcg/min IV infusion dititrasi 10
% sesuai perbaikan klinis. Vasodilator dapat meningkatkan suplai oksigen ke
daerah iskemik dengan dilatasi pembuluh epikardial dan kolateral.
b. Analgetik
(Mophine sulfate) 2 – 5 mg dosis IV dapat diulangi tiap 5 – 30 menit.
Memberikan perasaan tenang dan nyaman dan efek sedasi untuk menekan nyeri.
c. Beta bloker
(Metoprolol) 5 mg IV slow infusion dalam 1 – 2 menit. Obat ini membentu menekan
ventrikel ektopi dan mengurangi kebutuhan oksigen miokard secara sekunter
terhadapefek inotropik.
3) Antithrombotik
4) Antiplatelet
(mencegah agregasi platelet)
a)
Aspirin/ASA dengan dorsis awal 160 –
325 mg nonenteric formula yang dilanjutkan dengan 75 – 160 mg/hari.
b)
Clopidogrel (PLAVIX ™) dengan loading
dose 300 mg diikuti dengan 75 mg/hari.Terapi dapat dikombinasikan antara
clopidogrel dengan aspirin.
(1)
Enoxaparin
(Lovenox) 1 mg/kg SC tiap 12 jam. Dosis awal 30 mg IV bolus.
(2) Heparin (UFH)
bolus 60 – 70 U/kg IV.
c) Thrombolytics
(untuk reperfusi awal)
(1) Tissue
Plasminogen Activator (t-PA) 15 mg IV bolus awal diikuti
dengan 50 mg IV 30 menit kemudian, dan
35 mg IV dalam jam berikutnya.
(2) Streptokinase
(Streptase) 15 juta IU dalam 50 cc D5W IV dalam 60 menit
b. Diet
Diet yang diberikan adalah NPO (nothing per oral) sampai
kondisinya stabil. Diet rendah garam, rendah lemak dan kolesterol secara umum
dianjurkan.
c. Pembatasan aktivitas
Bed rest untuk mengurangi konsumsi oksigen sampai reperfusi
atau terapi awal dilakukan dalam 24 – 48 jam.
2. Terapi
Pembedahan (Untuk revaskularisasi)
a. PTCA (percutaneous Transluminal
Coronary Angioplasty)
b. CABS (Coronary Artery Bypass
Surgery) atau CABG (Coronary Artery Graft Surgery)
c. Coronary Atherectomy and Rotablator
d. Laser Angioplasty
KONSEP ASKEP
PENGKAJIAN
1. Aktivitas
Gejala : Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
Tanda
: Takikardi, dispnea pada
istirahat/ aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala :
Riwayat infark miokard, penyakit arteri koroner, gagal jantung kongesif (GJK), masalah
TD, DM
Tanda : TD dapat normal atau naik/ turun, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri. nadi dapat normal, penuh/ takkuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
bunyi jantung ekstra : S3 mungkin menunjukan gagal jantung/ penurunan
kontraktilitas atau komplain ventrikel. Irama jantung dapat teratur atau tidak
teratur.
3. Integritas
ego
Gejala : Takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
kuatir tentang keluarga.
Tanda : cemas, kurang kontak mata, gelisah,
fokus pada diri sendiri/ nyeri
4.
Eliminasi
Tanda : Normal
5. Makanan/
cairan
Gejala
: Mual, kehilangan nafsu
makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda : Penurunan turgor kulit (kulit kering/berkeringat),
perubahan berat badan, muntah.
6. Higiene
Gejala/ tanda :
Kesulitan melakukan tugas perawatan.
7. Neurosensori
Gejala : Pusing, berdenyut selama tidur atau
saat bangun
Tanda : Perubahan mental, kelemahan.
8. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri dada yang timbul mendadak,
tidak hilang dengan istirahat
Tanda : Wajah
meringis, perubahan postur tubuh, merintih, kehilangan kontak mata, perubahan irama jantung, TD , pernafasan,
kesadaran.
9. Pernafasan
Gejala : Dispnea dengan/ tanpa kerja, riwayat merokok,
penyakit pernafasan kronis.
Tanda :
Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak/ kuat, pucat.
10. Interaksi sosial
Gejala
: Kesulitan koping dengan
stressor yang ada.
Tanda
:
Kesulitan istirahat dengan tenang.
11. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala
: Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit
vaskuler perifer , penggunaan tembakau.
Pertimbangan
rencana pemulangan :menunjukan rata- rata lama dirawat 7 hari (2-4hari diICCU),
perawatan dirumah.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul yaitu :
1. Nyeri akut b/d
iskemia jaringan miokard
2. Penurunan curah
jantung b/d peningkatan beban kerja ventikuler.
3.
Gangguan pertukaran gas b/d penurunan
suplai darah paru
4.
Kelebihan volume cairan b/d peningkatan
natrium/ retensi air
5.
Gangguan pola tidur b/d nyeri dada
6.
Intoleransi aktivitas b/d
ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan
RENCANA
KEPERAWATAN
Dx 1: Nyeri akut b/d
iskemia jaringan miokard
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan nyeri
pasien hilang/ terkontrol dengan kreteria evaluasi : menyatakan nyeri dada
hilang/ terkontrol, menunjukan menurunnya tegangan, rileks, mudah bergerak.
Rencana
Tindakan:
1.
Pantau/catat karakteristik nyeri,
laporan verbal, petunjuk non verbal, dan respon hemodinamik (meringis, gelisah, berkeringat, mencengkram
dada, nafas cepat, TD/ frekuensi jantung berubah )
Rasional:
Penampilan dan
perilaku pasien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian. Kebanyakan
pasien dengan IMA tampak sakit, distraksi, dan berfokus pada nyeri. Pernafasan
mungkin meningkat sebagai akibat nyeri dan berhubungan dengan cemas.
2.
Kaji ulang
riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau nyeri MI. Diskusikan
riwayat keluarga.
Rasional:
Dapat membandingkan
nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesui dengan identifikasi komplikasi
seperti meluasnya infark, emboli paru, atau perikarditis
3.
Bantu melakukan tekhnik relaksasi,
misal nafas dalam, prilaku distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
Rasional:
Membantu dalam
penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi, meningkatkan
prilaku positif.
4.
Berikan lingkungan yang tenang,
aktivitas berlahan dan tindakan nyaman (sprei yang kering/tidak terlipat,
gosokan punggung). Pendekatan pasien dengan tenang dan dengan percaya.
Rasional:
Menurunkan
rangsangan eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan
kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi.
5.
Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional:
Meningkatkan
jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokard dan juga mengurangi
ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan.
6. Kolaborasi
pemberian obat sesuai indikasi
Rasional:
Pemberian obat
– obatan nantinya akan dapat membantu mengurangi nyeri dan memberikan rasa
nyaman kepada klien. Obat – obat golongan vasodilator dapat membantu
meningkatkan suplai oksigen ke daerah yang iskemik, sedangkan golongan beta
bloker dan analgetik dapat membantu mengurangi kebutuhan oksigen miokard.
Dx 2: Penurunan curah
jantung b/d peningkatan beban kerja ventikuler.
Tujuan:
Setelah diberi askep selama 3x24 jam diharapkan pasien
mampu mempertahankan stabilitas hemodinamik dengan kriteria evaluasi : TD,
curah jantung dalam rentang normal, tidak adanya disritmia, melaporkan
penurunan episode dispnea, angina, mendemontrasikan peningkatan toleransi
terhadap aktivitas.
Rencana
Tindakan:
1. Auskultasi TD
Rasional:
Hipotensi dapat terjadi sehubungan
dengan disfungsi ventrikel. Namun hipertensi juga fenomena umum, kemungkinan
berhubungan dengan nyeri, cemas, pengeluaran katekolamin dan/ masalah vaskuler
sebelumnya.
2. Evaluasi
kualitas dan kesamaan nadi sesuai indikasi
Rasional:
Penurunan curah
jantung mengakibatkan kelemahan/ menurunnya kekuatan nadi.
3. Catat
terjadinya S3
Rasional:
S3 biasanya dihubungkan dengan GJK
tetapi juga terlihat pada adanya gagal mitral dan kelebihan kerja ventrikel
kiri yang disertai infark berat.
4. Auskultasi
bunyi nafas dan pantau frekuensi jantung dan irama
Rasional:
Frekuensi dan irama jantung berespon terhadap
obat dan aktivitas sesuai dengan terjadinya komplikasi/ disritmia, yang
mempengaruhi fungsi jantung/ meningkatkan kerusakan iskemik.
5.
Catat respons terhadap aktivitas dan
peningkatan istirahat yang tepat
Rasional:
Kelebihan latihan meningkatkan konsumsi/
kebutuhan oksigen dan mempengaruhi fungsi miokardia
6.
Berikan makanan kecil/ mudah dikunyah.
Batasi asupan kafein
Rasional:
Makanan besar
dapat meningkatkan kerja miokardia dan menyebabkan rangsangan vagal
mengakibatkan bradikardial/ denyut ektopik. Kafein adalah
perangsang langsung pada jantung yang dapat meningkatkan frekuensi jantung.
7.
Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan
sesuai indikasi
Rasional:
Meningkatkan
jumlah sedian oksigen untuk kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan disritmia
lanjut
8. Kolaborasi
dalam mengkaji ulang EKG
Rasional:
Memberikan informasi sehubungan dengan
kemajuan/ perbaikan infark, status fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit
dan efek fungsi obat.
9.
Kolaborasi pemantauan data laboratorium
(enzim jantung, GDA, elektrolit)
Rasional:
Enzim memantau
perbaikan/ perluasan infark, adanya hipoksia menunjukan kebutuhan tambahan
oksigen, keseimbangan elektrolit sangat besar berpengaruh irama jantung/
kontraktilitas.
10. Kolaborasi
pemberian obat antidisritmia sesuai indikasi.
Rasional:
Disritmia biasanya pada secara
simtomatis kecuali untuk PVC, dimana sering mengancam secara profilaksi.
Dx 3: Gangguan
pertukaran gas b/d penurunan suplai darah paru
Tujuan:
Setelah deberikan askep selama 3x24 jam dapat pasien
menunjukan ventilasi yang adekuat, dengan kreteria evaluasi: GDA dalam batas
normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12 -24x/mnt, bunyi nafas bersih,
tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mnt,
Rencana
Tindakan:
1.
Pantau frekuensi, irama, dan kedalaman.
Catat ketidakteraturan
pernafasan.
Rasional:
Respon pasien
bervariasi. Kecepatan pernafasan mungkin dapat meningkat karena nyeri
2. Auskultasi
bunyi nafas dan catat adanya bunyi tambahan
Rasional:
Adanya suara
tambahan(ronchi) menandakan adanya transudasi cairan di jaringan paru (oedema
paru) yang mengarah pada gagal jantung kongestif.
3. Tinggikan
kepala tempat tidur atau posisi semi fowler.
Rasional:
Merangsang
fungsi pernafasan ekspansi paru. Efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti
paru.
4. Kolaborasi
pemberian oksigen sesuai indikasi
Rasional:
Meningkatkan
pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi.
5.
Kolaborasi pemberian diuretik
Rasional:
Membantu
mengurangi terjadinya oedema paru
Dx 4: . Kelebihan
volume cairan b/d peningkatan natrium/ retensi air
Tujuan:
Setelah diberi askep selama 3x24 jam diharapkan pasien
dapat mempetahankn keseimbangan cairan dengan kriteria evaluasi : TD dalam
batas normal, paru bersih, berat badan stabil.
Rencana Tindakan:
1. Ukur
masukan/haluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi.
Rasional:
Penurunan curah jantung mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan haluaran urin
2. Timbang berat
badan tiap hari
Rasional:
Perubahan berat
badan yang tiba-tiba menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.
3.
Pertahankan pemaasukan total cairan
2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
Rasional: .
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang
dewasa tetapi memerlukan pembatasan pada adanya dekompensasi jantung.
4. Kolaborasi
pemberian diet rendah natrium
Rasional: Natrium
meningkatkan retensi cairan dan harus dibatasi
5. Kolaborasi
pemberian diuretik .
Rasional:
Diperlukan
untuk memperbaiki kelebihan cairan
Dx 5: Gangguan pola
tidur b/d nyeri dada.
Tujuan:
Setelah diberikan
askep selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan istirahat/tidur pasien terpenuhi
dengan kreteria evaluasi : mampu tidur dengan nyaman, keluhan-keluhan
berkurang/ hilang, jumlah jam tidur terpenuhi secara normal, wajah tampak segar.
Rencana
Tindakan:
1. Identifikasi
pola tidur pasien sebelum masuk rumah sakit dan perubahan yang terjadi setelah
dirawat.
Rasional:
Perubahan pola tidur dapat menyebabkan kecemasan yang
dapat memicu nyeri dada dan meningkatkan konsumsi oksigen miokard.
2.
Berikan tempat tidur, posisi yang
nyaman dan beberapa milik pribadi misal : bantal, guling
Rasional:
Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/
psikologis
3.
Kurangi kebisingan dan lampu telalu
terang.
Rasional:
Memberikan situasi kondusif untuk tidur
4. Berikan
tindakan untuk mengatasi untuk mengatasi faktor penyebab
Rasional:
Keluhan yang menggangu tidur harus
dikelola untuk menunjang kebutuhan istirahat dan mengurangi oksigen miokard.
5.
Rencanakan tindakan keperawatan yang
mengganggu istirahat tidur pasien.
Rasional:
Tidur
tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan pasien mungkin tidak mampu
kembali tidur bila terbangun.
6.
Kolaborasi dlm pemberian sedatif, sesuai indikasi
Rasional:
Obat
sedatif dapat menurunkan kecemasan dan membantu untuk tidur.
Dx 6: Intoleransi
aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan
Tujuan:
Setelah diberikan
askep selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat menunjukan peningkatan toleransi
aktivitas yang dapat diukur/ maju dengan kriteria evaluasi : frekuensi jantung/
irama dalam batas normal, TD dlm batas normal, tidak adanya nyeri dada dalam
rentang waktu selama pemberian obat.
Rencana
Tindakan:
1. Catat/dokumentasi
frekuensi jantung, irama dan perubahan TD sebelum,selama, sesudah aktivitas
sesuai indikasi.
Rasional:
Kecendrungan menentukan respon pasien
tehadap aktivitas dan dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokard yang
memerlukan penurunan tingkat aktivitas/kmbli tirah baring, perubahan program
obat, penggunaan oksigen tambahan.
2.
Batasi aktivitas pada dasar nyeri/
respons hemodinamik, Berikan aktivitas sengga yang tidak berat.
Rasional:
Menurunkan
kerja miokardia/ konsumsi oksigen, menurunkan resiko komplikasi.Jelaskan pola
peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas
3. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas
Rasional:
Aktivitas yang maju memberikan kontrol
jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.
4. Kaji ulang
tanda/ gejala yang menunjukan tidak toleran terhadap aktivitas/ memerlukan
pelaporan pada perawat/dokter.
Rasional:
Palpitasi, nadi tak teratur, adanya nyeri
dada, dapat mengindikasikan kebutuhan program olahraga/ obat.
5. Kolaborasi
dalam program rehabilitas jantung
Rasional:
Memberikan dukungan/ pengawasan tambahan
berlanjut dan partisifasi proses penyembuhan dan kesejahtraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar